KOMPAS.com - Jumlah pakar sains dan teknologi tingkat tinggi di Tiongkok mengalami peningkatan dibandingkan Amerika Serikat.
Hal ini berdasarkan laporan yang dirilis oleh perusahaan teknologi data Dongbi Data yang berbasis di Shenzhen pada 11 Januari 2025 lalu.
Dikutip dari South China Morning Post, Jumat (17/1/2025) terdapat 36.599 ilmuwan terkemuka dunia di Amerika Serikat pada tahun 2020. Jumlah ini menurun setiap tahun menjadi 31.781 pada tahun 2024. Angka ini turun dari hampir 33 persen menjadi 27 persen.
Sedangkan jumlah ilmuwan terkemuka di Tiongkok meningkat dari 18.805 pada tahun 2020 menjadi 32.511 pada tahun 2024. Angka ini meningkat dari 17 persen menjadi 28 persen.
Ilmuwan terkemuka yang dimaksud dalam laporan ini didefinisikan sebagai setiap peneliti yang telah menerbitkan makalah berpengaruh di jurnal-jurnal terkemuka dunia.
Baca juga: 8 Ilmuwan Unpad Masuk Worlds Top 2 Percent Scientist 2024
Sementara itu, jumlah peneliti asal Indonesia berhasil masuk dalam daftar ilmuwan berpengaruh dunia tahun 2024 yang dirilis Stanford University bersama Elsevier BV adalah sebanyak 150 orang.
Total 150 orang peneliti Indonesia masuk ke dalam daftar tersebut dan berasal dari berbagai universitas di Indonesia.
Daftar peneliti asal Indonesia yang masuk dalam daftar ilmuwan berpengaruh dunia rilis Stanford University bersama Elsevier BV ini berdasarkan indikator kutipan terstandarisasi yang meliputi jumlah kutipan, H-index yang merupakan ukuran untuk menilai hasil penelitian ilmuwan yang dipublikasikan, Hm-index yang disesuaikan dengan kontribusi kolaboratif dan indikator komposit (c-score).
Terkait jumlah peneliti di Indonesia yang masih jauh dari jumlah peneliti di Tiongkok, Sastia Prama Putri memberikan pendapatnya.
Sebagai informasi, Sastia Prama Putri adalah ilmuwan Indonesia yang berkiprah di Jepang sekaligus orang asing pertama yang meraih penghargaan bergengsi Ando Momofuku Award.
Menurut dia, hasil riset yang menyebut jumlah peneliti di Tiongkok capai 32.511 tersebut sebenarnya menekankan tentang jumlah "leading scientist" bukan jumlah "scientist."
Sastia menerangkan, "leading scientist" bisa dinilai dari berbagai metriks. Termasuk jumlah publikasi, jumlah sitasi dan impact dari hasil karya.
Sebenarnya 鈦營ndonesia tidak kurang dari segi jumlah peneliti. Tapi peneliti yang memiliki global impact dan disebut "leading scientist" masih sangat sedikit.
"鈦燢ekurangan jumlah leading scientist di Indonesia dibandingkan Cina dan ketertinggalan kita dalam memimpin bidang-bidang riset unggulan bisa dilihat dari jumlah anggaran riset di Cina dan Indonesia," terang Sastia kepada 优游国际.com, Jumat (17/1/2025).
Dia mengungapkan, Tiongkok menganggarkan 458,5 billion USD dan mengalami tren kenaikan tiap tahunnya. Di tahun 2023 naik 8,4 persen dibanding 2022.