KOMPAS.com - September Hitam mencatatkan nama Yeremia Zanambani, seorang pendeta yang diduga disiksa sampai mati tanpa proses hukum oleh oknum Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ia ditemukan tewas dengan luka tembak di kandang babi di Kampung Hitadipa, Distrik Hitadipa, Kabupaten Intan Jaya, Papua pada Sabtu, 19 September 2020.
Awalnya, Polisi dan TNI menuding kelompok kriminal bersenjata (KKB) sebagai pelaku penembakan.
Setelah melakukan investigasi lebih lanjut, terungkap pelaku sesungguhnya adalah oknum anggota TNI.
Penemuan jenazah
Sabtu sore sekitar pukul 17.50 WIT, Meriam Zoani Zanambani terkejut melihat tubuh suaminya telungkup di kandang babi.
Tubuhnya dipenuhi darah, terutama dari lengan kirinya di mana terdapat luka terbuka sepanjang 5-7 cm.
Ada pula luka yang diduga luka tembak dari jarak kurang dari semeter dari senjata api.
Leher bagian belakang korban juga menunjukkan jejas intravital, menunjukkan adanya pemaksaan dan kontak fisik langsung dengan terduga pelaku.
Berdasarkan laporan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), dokter mengungkap penyebab kematian Yeremia adalah kehabisan darah.
Ia mengalami luka di titik yang tidak mematikan, sehingga masih hidup sekitar 5-6 jam pasca ditemukan.
Tim investigasi menemukan sedikitnya 19 titik lubang dari 14 titik tembak pada bagian luar, dalam, dan atap kandang babi.
Komnas HAM menduga kuat adanya unsur kesengajaan dalam membuat arah tembakan yang acak dan tidak mengarah pada sasaran, untuk mengaburkan fakta peristiwa penembakan yang sebenarnya.
Penyiksaan yang dialami Yeremia mengakibatkan hilangnya nyawa di luar proses hukum atau disebut juga extrajudicial-killing.
Tudingan terhadap Yeremia
Yeremia adalah Ketua Klasis Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) Hitadipa, Intan Jaya, Papua.
Pria berusia 68 tahun tersebut dituding terlibat dalam serangan KKB di jalan antara Distrik Hitadipa ke Sugapa, ibu kota Intan Jaya.
Terdapat rangkaian peristiwa sebelum kematian Yeremia, sepanjang 17-19 September 2020.
Ada kasus penembakan yang mengakibatkan terbunuhnya anggota TNI di Intan Jaya, Serka Sahlan (45).
Kemudian, terjadi peristiwa penembakan yang mengakibatkan tewasnya anggota satgas Apter Koramil, Pratu Dwi Akbar Utomo di pos Koramil Persiapan Hitadipa.
Di saat bersamaan, terjadi peristiwa pembakaran di rumah dinas kesehatan Hitadipa, yang diduga sebagai asal tembakan yang mengakibatkan Pratu Dwi Akbar meninggal dunia.
Kasus itu mendorong TNI melakukan penyisiran dan pencarian terhadap senjata yang dirampas oleh KKB. Mereka mengirim pesan kepada warga untuk segera mengembalikan senjata.
Menurut laporan Komnas HAM, nama Yeremia Zanambani dan lima orang lainnya, dicap sebagai musuh oleh Wakil Danramil Hitadipa saat itu, Alpius Hasim Madi.
Alasannya, Yeremia cukup lantang menanyakan keberadaan hilangnya dua anggota keluarganya kepada pihak TNI.
Sabtu sore, 19 September 2020, sekitar pukul 15.00 WIT, Yeremia dan istrinya pergi ke kandang babi yang jaraknya 50 meter dari rumah. Istrinya pulang duluan.
Namun, hingga petang, Yeremia tak kunjung pulang. Ketika istrinya menyusul ke kandang babi, Yeremia dalam kondisi nahas.
Tidak ada saksi mata yang melihat secara langsung ketika Yeremia dibunuh.
Saling tuduh
Kepolisian Daerah Papua mengatakan, pelaku pembunuh Yeremia adalah KKB, yang ingin memancing perhatian global menjelang sidang umum PBB pada akhir September 2020.
Tudingan serupa juga disampaikan TNI, yang menyatakan KKB sebagai dalang penembakan.
Namun, tudingan itu dibantah langsung oleh Juru Bicara Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) Sebby Sambon.
Sebby mengungkapkan, kebohongan yang dilakukan TNI bukan baru kali ini dilakukan.
"Kepala Penerangan Kogabwilhan III, Kol Czi IGN Suriastawa berbohong di publik. Setelah Pendeta Gemin Nirigi, penerjemah Alkitab Bahasa Nduga ditembak mati TNI pada 2018 di Mapenduma. Sempat TNI menyangkal. Mereka katakan bahwa kami tidak tahu, namun terungkap kemudian," kata Sebby dikutip dari 优游国际.com.
Tak kunjung menemui titik terang, pada Oktober 2020 pemerintah memutuskan untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) guna mengusut tewasnya Yeremia Zanambani.
TGPF membenarkan adanya keterlibatan aparat dalam penembakan.
Komnas HAM menduga, pelaku extrajudicial-killing terhadap Yeremia Zanambani merupakan anggota TNI dari Koramil persiapan Hitadipa. Dugaan ini berdasarkan bekas luka dan tembakan di tubuh Yeremia.
Menurut Komnas HAM, nama Alpius Hasim Madi menjadi salah satu terduga pelaku karena ada saksi yang melihatnya di tempat kejadian perkara (TKP).
Apa yang dialami Yeremia, dialami pula oleh orang Papua lainnya.
Amnesty International Indonesia mencatat, sedikitnya terjadi 15 kasus pembunuhan di luar hukum di Papua sepanjang 2020 dengan total 22 korban.
Polisi dan militer sebagian besar terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia ini.
Akar persoalan pembunuhan di luar proses hukum ini dilatarbelakangi oleh perselisihan narasi pro-kemerdekaan Papua dan pro-NKRI.
Namun penyelesaian yang diupayakan justru dilakukan dengan pendekatan militer.
Di sisi lain, masyarakat Papua memiliki trauma dan rasa tidak percaya terhadap aparat. Kasus pembunuhan Yeremia menambah satu lagi trauma bagi warga Papua.
/cekfakta/read/2024/09/19/112200382/pembunuhan-pendeta-yeremia-dan-potret-ketidakadilan-di-papua-