KOMPAS.com - Terjadi lonjakan drastis Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban pekerjaan online scam di luar negeri selama lima tahun terakhir.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (PWNI) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI, Judha Nugraha.
Dilansir dari , Kamis (24/4/2025) Judha mengatakan bahwa per April 2025 ini terdapat 7.027 kasus WNI sebagai pekerja online scam.
Padahal pada tahun 2020, hanya ditemukan 15 kasus terkait.
“Lonjakannya ratusan kali lipat,” ujar Judha dalam sebuah seminar di Auditorium PBNU Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Judha melanjutkan bahwa setidaknya ada 10 negara yang menjadi lokasi terjadinya kasus penipuan dari ini dengan negara paling banyak kasus adalah Kamboja.
“Saat ini dari 7.027 kasus, yang di Kamboja tercatat 4.300 kasus,” kata dia.
Sementara itu, delapan negara lain mencakup kawasan Asia Tenggara hingga Afrika dan Timur Tengah, seperti Afrika Selatan dan Uni Emirat Arab.
Lantas, bagaimana pendapat pakar siber terkait melonjaknya WNI pekerja online scam di luar negeri ini?
Baca juga: E-SIM Jadi Senjata Pemerintah Lawan Phising-Scam, Benarkah Lebih Aman dari Kartu SIM?
Pakar Keamanan Siber Vaksincom, Alfons Tanujaya, mengatakan bahwa bisnis penipuan online scam berkembang disebabkan oleh penetrasi digital di Indonesia sangat tinggi, tetapi tanpa diikuti dengan literasi digital yang baik.
"Sehingga banyak orang yang menjadi korban penipuan karena iming-iming keuntungan besar tanpa kerja keras dan tidak mengetahui sebenarnya bagaimana sistem digital bekerja," jelas Alfons saat dihubungi 优游国际.com, Sabtu (26/4/2025).
Dia mengatakan bahwa banyaknya WNI pekerja online scam berdampak mengakibatkan kepercayaan terhadap layanan digital menurun.
Hal tersebut juga akan berdampak pada menurunnya penetrasi digital dalam jangka panjang dan turut menurunkan dampak positif pada ekonomi Indonesia.
"Hal ini patut menjadi perhatian pemerintah jika ingin mendapatkan manfaat maksimal dari penetrasi digital," kata dia.
Sementara itu, Pakar Keamanan Siber, Pratama Dahlian Persadha, menambahkan perspektif mengenai kompleksitas dinamika kejahatan siber lintas negara yang semakin berkembang pesat.