SEBAGAI insan pemerhati namun awam arkeologi, semula saya menduga bahwa kawasan pedalaman hutan belantara Amazon di kawasan Amerika Selatan mustahil merupakan kawasan peradaban urban seperti Maya, Aztek dan Inka di Amerika Tengah.
Ternyata dugaan amatiran plus diletantis saya itu keliru. Para arkeolog untuk sementara ini sepakat bahwa sejak masa prasejarah puluhan ribu tahun lalu, masyarakat kawasan Amazon sudah berjaya membangun peradaban bukan atas basis pertanian, namun murni perhutanan lengkap dengan perlengkapan irigasi serta sanitasi untuk permukiman tidak kalah “modern” ketimbang peradaban agraris.
Hutan belantara Amazon memiliki sumber pangan berupa satwa dan tanaman berkecukupan bagi jutaan manusia yang menghuni kawasan Amazon sebagai hutan tropis terbesar planet bumi mengunguli Kalimantan dan Papua.
Jangan lupa fakta bahwa candi Borobudur sempat berabad hilang ditelan belukar hutan belantara di lembah Merapi-Merbabu, pulau Jawa.
Berdasar fakta bahwa petilasan kerajaan tertua Nusantara berada di Kutai, maka bukan mustahil di pedalaman hutan belukar Kalimantan juga pernah hadir peradaban hutan tropis setara atau minimal mirip peradaban hutan tropis Amazon.
Bahkan kemungkinan kehadiran peradaban hutan tropis Papua bukan berarti mustahil pernah hadir di persada Nusantara yang masih belum ditemukan oleh para arkeolog kontemporer yang kini lebih piawai meneliti kawasan peradaban urban.
Di samping beberapa situs-situs arkeologis pra-Kolumbia yang ditemukan di pinggiran hutan tropis Amazon, semisal, puing-puing petilasan kota Kukuro di kawasan Xingu Atas, Brazil, gua-gua permukiman di Serrania de la Lindosa, Kolumbia, pulau-pulau hutan dan monument di Lianos de Mojos, Bolivia serta pedesaan Aldeia dan Porto di Amazon Tengah sebenarnya masih banyak situs arkeologi masih terselubung misteri di pedalaman hutan belukar Amazon yang notabene terluas di planet bumi.
Layak diyakini atau minimal diharapkan bahwa peradaban yang masih belum ditemukan di pedalaman hutan tropis Amerika Selatan, Papua, Kalimantan bahkan Sumatra memiliki ciri, jati diri, sifat serta sukma “agak laen” ketimbang peradaban masyarakat berburu, berternak, bertani, berkebun, berindustri, berteknologi, ber-AI maupun ber-ber lain-lainnya yang sudah lebih terbiasa diteliti oleh masyarakat berilmu-pengetahuan kontemporer abad XXI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.