KOMPAS.com - Lubang hitam supermasif adalah obyek misterius di luar angkasa yang memiliki massa beberapa juta hingga miliaran kali dari massa Matahari.
Obyek misterius ini sangat padat sehingga bisa membelokkan ruang angkasa di sekelilingnya.
Di beberapa galaksi, sejumlah besar gas antarbintang berputar mengelilingi lubang hitam supermasif dan tertarik ke luar horison peristiwa dan pada akhirnya masuk ke dalam lubang hitam.
Proses ini menciptakan gesekan dan energi yang sangat besar, yang dapat menyebabkan “rave” yang melepaskan cahaya dalam jumlah besar dengan berbagai warna dan frekuensi di seluruh spektrum elektromagnetik.
Baca juga: Melacak Masa Lalu Lubang Hitam Supermasif di Galaksi Bima Sakti
Dalam beberapa kasus, lubang hitam bahkan akan memuntahkan semburan plasma, jutaan tahun cahaya melintasi ruang antar-galaksi, dikutip dari Live Science, Rabu (5/2/2025).
Gas plasma ini sangat panas sehingga pada dasarnya merupakan sup elektron yang bergerak mendekati kecepatan cahaya.
Semburan plasma ini berpendar pada frekuensi radio dan bisa dilihat dengan teleskop radio, sehingga dinamai galaksi radio.
Dalam episode terbaru podcast astronomi The Cosmic Savannah, penulis utama dari penelitian ini, Kathleen Charlton mengibaratkan penampakan tersebut seperti dua batang pendar (semburan plasma) yang menyembul keluar dari sebuah bola lengket (galaksi).
Mereka menduga, semburan plasma itu terus mengembang ke arah luar seiring berjalannya waktu, dan akhirnya tumbuh menjadi sangat besar sehingga menjadi galaksi radio raksasa.
Jutaan galaksi radio berukuran normal telah diketahui oleh ilmuwan. Hingga 2020, hanya sekitar 800 galaksi radio raksasa yang telah ditemukan.
Galaksi-galaksi tersebut dianggap langka. Namun, generasi baru teleskop radio, termasuk MeerKAT di Afrika Selatan, telah mengubah anggapan tersebut.
Dalam lima tahun terakhir, sekitar 11.000 galaksi radio raksasa telah ditemukan. Galaksi radio raksasa terbaru yang ditemukan MeerKAT ini sungguh luar biasa.
Semburan plasma raksasa kosmik ini membentang 3,3 juta tahun cahaya dari ujung ke ujung, hingga ukurannya lebih dari 32 kali ukuran Bima Sakti.
"Saya adalah salah satu peneliti utama yang membuat penemuan ini. Kami menamainya Inkathazo, yang berarti 'masalah' dalam bahasa isiXhosa dan isiZulu di Afrika Selatan," kata dia.
"Itu karena agak sulit untuk memahami fisika di balik apa yang terjadi dengan Inkathazo," tambahnya.