KOMPAS.com - Salah satu roket Long March 6A milik China dilaporkan pecah pada orbit rendah Bumi.
Pecahan roket tersebut kemudian menciptakan awan puing-puing yang terdiri dari ratusan bagian, menurut beberapa entitas pelacak puing-puing antariksa.
Roket Long March 6A diluncurkan dari Pusat Peluncuran Satelit Taiyuan, China pada Selasa (6/8/2024) untuk mengantarkan 18 satelit G60 ke orbit, yang dapat menampung hingga 14.000 pesawat ruang angkasa.
Ini merupakan peluncuran pertama bagi konstelasi "Thousand Sails" milik kelompok Teknologi Satelit Shanghai Spacecom, dikutip dari Live Science, Kamis (15/8/2024).
Roket Long March 6A berhasil mengantarkan satelit ke orbit rendah Bumi pada ketinggian sekitar 500 mil (800 kilometer). Namun, tak lama kemudian, roket itu pecah.
Baca juga: Puluhan Satelit Starlink Terbakar dan Berjatuhan ke Bumi, Apa Penyebabnya?
Komando Antariksa Amerika Serikat (Usspacecom) mengonfirmasi kerusakan roket tersebut pada Kamis (8/8/2024).
Meski demikian, mereka mengungkapkan bahwa tidak ada ancaman langsung akibat pecahnya roket Long March 6A.
"Usspacecom dapat mengonfirmasi pecahnya roket Long March 6A yang diluncurkan pada 6 Agustus 2024, yang mengakibatkan lebih dari 300 serpihan yang dapat dilacak di orbit Bumi rendah," kata organisasi tersebut dalam sebuah pernyataan.
“Usspacecom tidak melihat adanya ancaman langsung dan terus melakukan penilaian konjungsi rutin untuk mendukung keamanan dan keberlanjutan domain ruang angkasa,” tambahnya.
Baca juga: Gambar Satelit NASA Memperlihatkan Kota di Pantai Timur AS Makin Tenggelam, Salah Satunya New York
Mereka terus melacak puing-puing tersebut dan memberikan informasi kepada NASA.
Kini, data radar dari organisasi pelacakan LeoLabs telah mengonfirmasi bahwa peristiwa tersebut menghasilkan setidaknya 700 serpihan puing dan kemungkinan lebih dari 900.
“Peristiwa seperti ini menyoroti pentingnya kepatuhan terhadap pedoman mitigasi sampah antariksa yang ada untuk mengurangi penciptaan sampah antariksa baru," kata wakil presiden strategi dan kebijakan di Slingshot, Audrey Schaffer, dikutip dari CNN (9/8/2024).
"Itu juga menggarisbawahi perlunya kemampuan kesadaran domain antariksa yang kuat untuk secara cepat mendeteksi, melacak, dan membuat katalog obyek-obyek antariksa yang baru diluncurkan agar bisa disaring untuk kemungkinan terjadinya konjungsi,” tambahnya.
Baca juga: Satelit NASA Pamerkan Potret Pulau Paling Terpencil di Dunia, Ada di Mana?
Slingshot meyakini, roket tersebut pecah pada ketinggian 503 mil (810 kilometer) di atas permukaan Bumi.
Selain itu, puing-puing tersebut juga diperkirakan dapat menimbulkan “bahaya yang signifikan terhadap konstelasi (orbit rendah Bumi)” di bawah ketinggian 497 mil (800 kilometer).