KOMPAS.com - Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mengatur penggunaan ulang nomor seluler dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 14 Tahun 2018 tentang Rencana Dasar Teknis (Fundamental Technical Plan) Telekomunikasi Nasional.
Namun, kebijakan daur ulang nomor seluler itu justru menuai kritik dari pengguna nomor seluler.
Warganet asal Jakarta melalui akun X (dul Twitter) @cinnamongirlc mengaku mendapat teror dari pinjaman online (pinjol) lantaran nomor selulernya didaftarkan oleh pengguna sebelumnya.
"Siapa sih yang pertama kali mencetuskan ide provider boleh daur ulang nomor ponsel hangus dan disahkan jadi UU?
Akibat peraturan ngaco gitu, aku udah 2x ganti nomor pascabayar karena diteror sama debt collector pemilik nomer sebelumnya.
Belum lagi kasus nomor-nomor yang dikaitkan dengan akun sosial media, paylater dan pinjol lainnya.
Mending kalau daur ulangnya setelah berapa tahun nomor hangus, lah ini cuma berapa bulan. Nyusahin aja bikin peraturan," tulisnya, Rabu (16/8/2023).
Dia juga mengaku lelah karena harus berurusan dengan debt collector yang mencari pemilik nomor seluler sebelumnya.
"Benerin kek regulasinya," keluhnya.
优游国际.com telah mendapat izin dari pemilik akun untuk mengutip utas tersebut dalam pemberitaan.
Hingga Sabtu (19/8/2023), utas itu telah mendapat komentar 284 warganet, dibagikan 2.901 kali, dan disukai sebanyak 8.763 akun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kemenkominfo Usman Kansong mengatakan, pihaknya tidak mengatur tentang daur ulang nomor seluler.
"Dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 14 Tahun 2018 tidak ada ketentuan 'daur ulang nomor', tetapi penggunaan ulang nomor pelanggan," terangnya saat dihubungi 优游国际.com, Sabtu (19/8/2023).
Mekanisme penggunaan ulang nomor seluler itu memang tidak secara otomatis menghapus pendaftaran nomor di pinjol atau debt collector.
Dalam praktiknya, penyelenggara seluler hanya bertugas menon-aktifkan nomor yang sudah tidak digunakan oleh pelanggan.