KOMPAS.com – Hubungan antara vitamin D dan Covid-19 telah diselidiki oleh sejumlah peneliti yang mempertanyakan mengenai bagaimana vitamin tersebut memberikan efek kepada pasien Covid-19.
Melansir dari , sebuah penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi vitamin D berhubungan dengan rendahnya hasil buruk pasien Covid-19 seperti pingsan, sulit bernapas dan kematian.
Penelitian tersebut juga menunjukkan pada orang dewasa di atas 40 tahun, vitamin D dapat mengurangi risiko kematian pada penyintas virus corona hingga 50 persen.
Baca juga: Bagaimana Matahari Membantu Tubuh Membuat Vitamin D?
Penelitian tersebut diterbitkan di Jurnal Plus One pada 25 September 2020.
Praktiknya, peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Boston dan Studi Medis Universitas Teheran mengambil sampel darah pada 235 pasien yang tengah dirawat Rumah Sakit Sina Teheran, Iran.
Para peneliti kemudian melacak hasil dan menganalisa darah mereka guna mengetahui kadar vitamin D serta melihat penanda peradangan dan limfosit, sel darah putih yang membantu melawan infeksi.
Hasilnya mereka menemukan bahwa pasien dengan vitamin D yang cukup maupun tingkat di atas defisiensi klinis, cenderung tak mengalami infeksi parah dan kesulitan bernapas.
Selain itu, mereka juga kurang rentan terhadap badai sitokin, respon imun agresif yang terkait dengan peradangan tingkat tinggi yang dapat mematikan.
Secara keseluruhan, pasien dengan vitamin D yang cukup lebih mungkin bertahan hidup.
Terutama berlaku bagi pasien di atas 40 tahun dengan 50 persen lebih kecil kemungkinannya meninggal jika memiliki tingkat vitamin D yang memadai.
Baca juga: Banyak Orang Indonesia Kekurangan Vitamin D, Kenali Faktor Risikonya
Meskipun demikian, sorotan tertuju pada penulis yakni Michael F. Holick yang merupakan Profesor Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Boston.
Dia dianggap memiliki hubungan dengan industri suplemen dan sudah lama menjadi pendukung vitamin D untuk mencegah penyakit
Mengutip dari Time (17/9/2020), disebutkan penelitian tentang vitamin D masih bersifat observasional, yakni para peneliti menganalisis sejumlah orang dari waktu ke waktu dan bukannya melakukan eksperimen langsung terhadap mereka.
“Ada korelasi tersebut, tetapi belum terbukti secara meyakinkan bahwa ada hubungan sebab-akibat,” kata Dr. JoAnn Manson, profesor di Departemen Epidemiologi Universitas Harvard yang menguji apakah suplemen vitamin D3 membatasi tingkat keparahan penyakit pada pasien yang didiagnosis dengan Covid-19.
Namun tinjauan penelitian Komisi Penasihat Ilmiah tentang Gizi Institut Kesehatan dan Perawatan Unggulan Nasional (NICE) menunjukkan bahwa tak ada bukti yang mendukung bahwa penggunaan suplemen vitamin D secara khusus dapat mencegah maupun mengobati virus corona.
Baca juga: Vitamin D untuk Obat Corona, Bagaimana Penjelasannya?