KOMPAS.com - Kata takjil dimaknai oleh masyarakat di Indonesia sebagai makanan ringan untuk berbuka puasa.
Kini, sudah menjadi tradisi umat Muslim Indonesia untuk berburu takjil saat bulan Ramadhan.
Di sore hari, berbagai menu takjil seperti aneka es buah, kolak, dan gorengan, mudah ditemukan di sepanjang jalan.
Lantas, dari mana asal takjil dan bagaimana tradisi berbuka puasa di dunia?
Simak sejarah takjil dan makanan khas Ramadhan di beberapa negara Islam, berikut ini.
Baca juga: Sejarah Takjil di Indonesia
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takjil berarti mempercepat berbuka puasa.
Mengutip muhammadiyah.or.id, istilah takjil diambil dari hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, yang berbunyi, "Manusia masih terhitung dalam kebaikan selama ia menyegerakan (ajjalu) berbuka."
Dari hadis tersebut, diketahui bahwa makna takjil adalah perintah untuk menyegerakan berbuka puasa.
Dalam perkembangannya, masyakarat Indonesia mengartikan kata takjil sebagai makanan untuk berbuka puasa Ramadhan.
Terkait hidangan berbuka Rasulullah, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad menyegerakan berbuka dengan kurma dan air putih.
Selain itu, Rasulullah pernah berbuka puasa dengan makanan pemberian orang lain bernama Hais, yakni sejenis kue manis berukuran kecil yang terbuat dari kurma, mentega, keju, dan tepung.
Baca juga: Tradisi Ramadhan di Zaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat
Makanan dengan rasa manis dan kesederhanaan menjadi esensi dari sunah Nabi ketika berbuka puasa.
Porsi makanan yang digunakan Rasulullah untuk sekadar membatalkan puasa juga kecil, bukan hidangan inti, seperti takjil yang dikenal masyarakat Indonesia sekarang ini.
Porsi kecil memang lebih mudah dicerna dan diubah menjadi energi.
Di Indonesia, catatan mengenai takjil dapat ditemukan dalam laporan De Atjehers, yang ditulis oleh Snouck Hurgronje pada akhir abad ke-19.