Sebagai pematung, ia tidak hanya sukses menggelar pameran tunggal di dalam dan luar negeri, tetapi karya-karyanya juga dipajang di ruang publik.
Misalnya, Patung Tonggak Samudra merupakan patung karya Gregorius Sidharta yang menjadi identitas Kota Jakarta.
Patung yang terletak di Tanjung Priok, Jakarta Utara, ini menggambarkan Kota Jakarta sebagai jantung perdagangan Indonesia.
Masa muda
Gregorius Sidharta lahir di Yogyakarta pada 30 November 1932 dengan nama lengkap Gregorius Sidharta Soegijo.
Sejak kecil, ia sudah tidak asing dengan dunia seni. Pada 1947, ia diketahui belajar di Sanggar Pelukis Rakyat, Yogyakarta, sebelum akhirnya lanjut ke Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI).
Sidharta adalah angkatan ASRI pertama bersama Widayat, Fadjar Sidik, Abas Alibasjah, dan Edhi Sunarso.
Pada awalnya, ia mengeksplorasi berbagai media dalam seni rupa, seperti patung, lukisan, cetak saring, keramik, dan kerajinan tangan.
Sidharta juga mendirikan organisasi Pelukis Indonesia Muda (PIM) di Yogyakarta. Namun, ia akhirnya fokus mendalami seni patung.
Pada 1953, ia dikirim untuk belajar di Jan van Eyck Academie, Belanda, selama tiga tahun.
Karier Gregorius Sidharta
Sekembalinya ke Indonesia pada 1956, Gregorius Sidharta mengajar di jurusan Seni Patung ASRI hingga 1964.
Pada 1965, ia pindah mengajar di Jurusan Seni Rupa ITB (Institut Teknologi Bandung) hingga pensiun pada 1997.
Di ITB, Sidharta juga mendirikan Jurusan Patung bersama But Mochtar dan Rita Widagdo. Di sela-sela mengajar, ia pun aktif membuat patung dan menggelar pameran di Jakarta dan Yogyakarta.
Tidak hanya itu, pameran Sidharta juga diadakan di Singapura, Manila, Jepang, Korea Selatan, India, Polandia, dan Norwegia.
Namanya semakin dikenal luas setelah menampilkan karya patungnya, “Tangisan Dewi Betari”, yang saat ini dikoleksi di Museum Jepang.
Pada 2000, ia mendirikan ASPI (Asosiasi Pematung Indonesia) bersama rekan-rekan pematung lainnya.
Sidharta menjabat sebagai ketua ASPI selama dua periode, hingga akhir hayatnya pada 2006.
Wafat
Gregorius Sidharta meninggal pada 4 Oktober 2006 karena kanker paru-paru yang dideritanya selama satu tahun.
Sebelum meninggal, ia sempat dibawa ke Singapura untuk menjalani kemoterapi. Namun, nyawanya tidak terselamatkan.
Jasad Gregorius Sidharta dikebumikan di Pemakaman Keluarga Besar Moerdani di Astana Bonoloyo, Solo, pada 5 Oktober 2006.
Karya Gregorius Sidharta
Hingga akhir hidupnya, Gregorius Sidharta masih aktif membuat patung. Karya terakhirnya adalah sebuah salib yang diberi nama Crucifix 2006.
Beberapa karya patung Gregorius Sidharta masih menghiasi ruang publik hingga saat ini, berikut beberapa di antaranya.
Selain patung, Gregorius Sidharta juga memiliki banyak karya berupa lukisan.
Penghargaan Gregorius Sidharta
/stori/read/2022/03/24/080000779/gregorius-sidharta-tokoh-pembaruan-seni-patung-indonesia