KOMPAS.com - Pantun Betawi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Betawi. Dari generasi ke generasi, pantun ini terus dilestarikan dan dikembangkan, hingga kini menjadi salah satu warisan budaya yang sangat berharga.
Pantun Betawi adalah bentuk puisi tradisional masyarakat Betawi yang memiliki ciri khas dalam penyampaian pesan dan gaya bahasanya.
Pantun Betawi muncul sebagai bagian dari ekspresi budaya dalam kehidupan sosial, serta berkembang sebagai sarana untuk menyampaikan nasihat, humor, dan kritik sosial.
Baca juga: Pantun: Pengertian, Ciri-Ciri, Jenis, dan Contohnya
Pantun dibawa oleh pedagang Gujarat, India, pada abad ke-15. Pada saat itu pantun masih digunakan untuk menyampaikan kaidah, nilai-nilai moral, ajaran agama, dan petuah hidup.
Pada tahun 1930-1950, pantun semakin berkembang sebagai salah satu bentuk hiburan dan media ekspresi masyarakat Indonesia, khususnya dalam budaya Betawi.
Pada periode ini, pantun bukan hanya ada dalam bentuk lisan, tetapi juga mulai dituliskan dan didokumentasikan, terutama oleh para peneliti dan sastrawan yang tertarik pada sastra rakyat.
Pada era kemerdekaan hingga masa Orde Baru, pantun Betawi semakin populer dan sering muncul dalam pertunjukan lenong, sebuah teater rakyat khas Betawi yang juga banyak memuat pantun sebagai bagian dari dialog humoris.
Saat ini, pantun Betawi telah menjadi bagian dari warisan budaya Indonesia dan terus dilestarikan melalui berbagai media. Pantun Betawi menjadi bagian dari budaya masyarakat di Karawang, Tambun, Bekasi, Depok, Cimanggis, Cibinong, Ciputat, Tangerang, dan Jakarta.
Baca juga: Struktur Pantun, Ciri-ciri, dan Contohnya
Ciri-ciri khas pantun Betawi, sebagai berikut:
Fungsi pantun Betawi, yaitu:
Baca juga: Contoh Pantun Remaja
Pantun Betawi terbagi menjadi lima bagian berdasarkan bentuknya, yaitu:
Beberapa contoh pantun Betawi, yaitu: