Tim Redaksi
Hal ini dilakukan karena tim peneliti menilai, pada periode Juni dan September itulah saat yang tepat melihat besar kemungkinan tutupan salju akan berubah.
Peneliti menegakkan hipotesisnya terhadap data itu dengan meyakini bahwa jika salju Pegunungan Alpen itu terlihat dari awal Juni hingga akhir September di satu tempat, maka berarti warna pegunungan itu akan tetap putih sepanjang tahun karena tertutupi salju.
Akan tetapi, mereka menemukan fakta bahwa tutupan salju permanen menurun lebih dari 9 persen dari wilayah yang diteliti.
Lebih lanjut, data yang dipelajari juga oleh tim peneliti, secara lebih spesifik mereka mengambil gambar pegunungan dengan kategori ketinggiannya di atas 1.700 meter atau sekitar 5.580 kaki, di mana dianggap elevasi ini menandai garis pohon.
“Pengaruh manusia semakin kuat di bawah ketinggian ini,” kata Guisan.
Baca juga: Gletser Darah di Pegunungan Alpen Bisa Jadi Penanda Perubahan Iklim
Untuk itu, mereka mengecualikan area di bawah garis pohon atau ketinggian pegunungan 1.700 meter itu untuk membantu menyasar lebih tepat terkait perubahan apa yang benar-benar terjadi, dan penyebabnya yang paling memungkinkan adalah faktor iklim bukanlah ulah manusia.
Berdasarkan data gambar yang mereka kumpulkan itulah, tim peneliti memiliki pandangan yang cukup komprehensif mengenai bagaimana vegetasi dan tutupan salju berubah selama empat dekade.
Rumpf, Guisan, dan rekan-rekan mereka menemukan bahwa penghijauan di pegunungan Alpen yang tinggi itu terjadi secara signifikan yakni sekitar 77 persen.
Meski kerap dianggap merupakan hal yang biasa saja atau tidak begitu penting untuk dikhawatirkan, para peneliti menegaskan, terjadinya penghijauan di Pegunungan Alpen dapat memiliki dampak serius bagi kehidupan manusia.
Baca juga: Gletser Mencair, Bunga Endemik Pegunungan Alpen Terancam Punah