KOMPAS.com - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengakui bahwa rencana memanfaatkan lahan sitaan dari para koruptor untuk pembangunan rumah rakyat tidak mudah.
Hal itu disampaikan Ara, sapaan akrabnya, usai rapat dengan Komisi V DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2025).
"Ya pasti tidak ada yang mudah, tapi saya percaya dengan niat baik dan usaha itu tidak ada yang tidak mungkin," ujarnya.
Baca juga: Meski Anggaran Kementerian PKP Terpangkas, Ara Sebut BSPS dan FLPP Tetap Jalan
Menurut dia, pemanfaatan lahan sitaan dari para koruptor merupakan rencana yang tidak mudah karena selama ini belum pernah dilakukan.
"Saya berusaha untuk bagaimana dengan keterbatasan dana dan anggaran yang ada, pilihan kita harus kreatif, melakukan terobosan-terobosan seperti kan tiga hal yang sudah kita lakukan, mungkin ini belum pernah terjadi sebelumnya," tuturnya.
Ketiga hal yang dimaksud yakni pembebasan biaya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), pembebasan biaya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), serta percepatan waktu penerbitan PBG.
Tiga kebijakan itu hanya berlaku bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Sehingga bagi masyarakat kelas menengah dan menengah ke atas tetap harus membayar.
"Saya pikir itulah terobosan-terobosan yang kami bisa lakukan Pada saat keterbatasan dana yang ada Saya pikir kita tetap optimis dengan langkah-langkah tadi, sehingga rakyat dimudahkan," pungkas Ara.
Tanah sitaan dari koruptor tidak serta-merta bisa langsung digunakan untuk program pembangunan 3 Juta Rumah untuk rakyat.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan, kewenangan penetapan status penggunaan barang rampasan negara berada ada di Kementerian Keuangan.
Instansi aparat penegak hukum (APH), seperti Kejagung, sifatnya hanya mengajukan usul.
"Instansi APH penyita hanya mengajukan usul," kata Harli kepada 优游国际.com, Minggu (26/1/2025) malam.
Baca juga: Maret, Proyek 3 Juta Rumah Garapan Boy Thohir Siap Dibangun
Hal senada juga pernah disampaikan Wakil Menteri PKP, Fahri Hamzah.
"Sebenarnya itu agak rumit karena harus mengalami proses banding dan sebagainya," ujarnya saat mengunjungi Rumah Khusus (Rusus) Kedungsari, Kota Magelang, Jawa Tengah, Minggu (26/1/2025).
Akan tetapi, Fahri menegaskan bahwa pemanfaatan tanah bekas korupsi untuk program 3 juta rumah tidak sepenuhnya gagal.
"Cuma, harus diserahkan dulu ke Dirjen Kekayaan Negara, enggak bisa langsung dipakai karena negara kita negara hukum," tukasnya.
(Sumber: KOMPAS.com | Penulis: Kiki Safitri | Editor: Jessi Carina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.