DUNIA advokat saat ini tengah digegerkan dengan kasus seorang pengacara berinisial FO yang naik meja saat sidang kasus pencemaran nama baik di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pada 6 Februari 2025 lalu.
Tindakan itu mendapat kecaman dari berbagai pihak dan dianggap sebagai tindakan yang telah menghina lembaga peradilan.
Imbas dari kasus tersebut, Kongres Advokat Indonesia (KAI) kemudian memberhentikan pengacara tersebut dan menyatakan bahwa FO terbukti telah melakukan tindakan merusak etika dan marwah profesi advokat, serta merusak nama baik KAI.
KAI dalam keputusannya yang tertuang pada Surat Keputusan DPP KAI Nomor 007/SK25 menetapkan tiga hal, yaitu: 1) Memberhentikan FO secara tidak hormat dari keanggotaan KAI; 2) Mencabut SK pengangkatan advokat FO; dan 3) Melarang FO menggunakan segala atribut KAI, baik nama, logo, maupun bendera organisasi.
Tak hanya itu, pihak PN Jakarta Utara juga resmi melaporkan para pengacara dari tim kuasa hukum RA, dengan mendasarkan pada tiga pasal, yaitu Pasal 355 KUHP, 207 KUHP, dan 217 KUHP.
Baca juga:
Rincian pasal tersebut antara lain: Pertama, Pasal 335 KUHP mengatur tentang tindak pidana memaksa orang lain dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Kedua, Pasal 207 KUHP mengatur tentang penghinaan terhadap penguasa atau badan hukum di Indonesia.
Ketiga, Pasal 217 KUHP yang mengatur tentang pidana penjara dan denda bagi orang yang menimbulkan kegaduhan di pengadilan.
Pelaporan ini didasarkan pada perintah langsung dari Mahkamah Agung (MA) selaku lembaga peradilan tertinggi di Tanah Air.
Advokat dalam menjalankan tugasnya berpegang teguh pada Kode Etik Advokat Indonesia yang berkedudukan sebagai hukum tertinggi advokat.
Kode Etik merupakan kompas moral yang menjadi penunjuk arah bagi setiap profesional dalam menjalankan tugasnya.
Dalam konteks profesi advokat, kode etik tidak sekadar kumpulan aturan tertulis, melainkan juga fondasi dasar yang membentuk integritas dan profesionalisme para penegak hukum ini.
Lebih dari sekadar aturan prosedural, kode etik advokat merupakan manifestasi dari nilai-nilai luhur profesi hukum yang telah dibangun selama ini.
Kode etik menjadi jembatan yang menghubungkan antara keahlian teknis seorang advokat dengan tanggung jawab moralnya terhadap masyarakat dan sistem peradilan.
Pada Pasal 2 Kode Etik Advokat Indonesia menjelaskan bahwa “Advokat Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, bersikap satria, jujur dalam mempertahankan keadilan dan kebenaran dilandasi moral yang tinggi, luhur dan mulia, dan yang dalam melaksanakan tugasnya menjunjung tinggi hukum, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, kode etik Advokat serta sumpah jabatannya”.