TOKYO, KOMPAS.com - Di Tokyo, kereta bawah tanah yang bersih dan efisien mengangkut 10 juta penumpang per harinya. Jalur kereta antarkota Jepang juga merupakan keajaiban.
Bagaimana tidak, kereta cepat Shinkansen melaju antara Tokyo dan Osaka 368 kali sehari, mengangkut 4,7 juta orang setiap tahunnya.
Kereta ekspres berangkat 15 kali per jam pada jam sibuk (frekuensi yang akan meningkat menjadi 17 kali per jam pada musim semi). Sedangkan keterlambatan dihitung dalam hitungan detik saja.
Baca juga: Tahun 2720, Jepang Diperkirakan Hanya Punya 1 Anak, Ini Solusi Pemerintah
Sebagaimana diberitakan World Economic Forum pada 21 Januari 2020, untuk transportasi umum di luar perkotaan Jepang kurang cerah.
Pasalnya, populasi Jepang menyusut, dan penurunan tercepat terjadi di pedesaan. Jaringan transportasi yang dibangun untuk melayani lebih banyak pengguna daripada yang ada saat ini berjuang untuk bertahan hidup.
Survey yang dilakukan Forum Ekonomi Dunia pada 23 kotamadya di Prefektur Hiroshima menemukan bahwa hanya 26 persen yang mendapat nilai 'tinggi' pada indeks keberlanjutan angkutan umum. Dari sisanya, 43 persen mendapat nilai 'sedang' dan 30 persen mendapat nilai 'rendah'.
Guna menjaga mobilitas pedesaan agar tetap layak sangatlah penting. Yang dipertaruhkan bukan hanya kenyamanan, namun ketersediaan bus, kereta api, dan bahkan taksi memiliki implikasi penting bagi kesehatan dan keselamatan, khususnya bagi para lansia.
Mobilitas lokal yang buruk juga dapat memperburuk spiral kemerosotan ekonomi dan demografi. Hal itu dapat menjadi salah satu alasan penduduk meninggalkan kota-kota yang sedang merosot, dan calon penduduk baru menjauh.
Diketahui, populasi keseluruhan Jepag mencapai puncaknya satu dekade lalu, akibat dari angka kelahiran yang rendah dan terbatasnya imigrasi.
Namun di daerah pedesaan, penurunan ini berlangsung lebih lama, karena kaum muda pindah ke kota untuk mencari pekerjaan. Di luar daerah metropolitan, populasi diperkirakan akan menurun hingga 20 persen pada 2045.
Baca juga: Ikan Tuna Segemuk Sapi di Jepang Laku Rp 21 Miliar
Lebih mengejutkan lagi, Hiroshi Yoshida, seorang profesor di Pusat Penelitian Ekonomi dan Masyarakat Lansia Universitas Tohoku mengatakan, Jepang hanya akan memiliki satu anak pada tahun 2720.
Ia yang juga seorang pakar penuaan masyarakat mengatakan hal itu jika angka kelahirannya terus berlanjut seperti saat ini (penurunan).
Menurut Yoshida, pada 5 Januari 2720, negara Jepang hanya akan memiliki satu anak berusia 14 tahun ke bawah.
Simulasi dihitung menggunakan tingkat penurunan populasi tahunan di antara anak-anak, berdasarkan perbedaan antara jumlah pada April dari tahun sebelumnya dan jumlah saat ini.
Prakiraan terbaru, yang mengasumsikan tingkat penurunan tahunan sebesar 2,3 persen pada April lalu, mempercepat waktu lebih dari 100 tahun dibandingkan dengan prediksi pada 2023, demikian dikutip dari The Japan Times pada Senin (6/1/2025).