WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Pada awal bulan Mei, tujuh bulan setelah perang dahsyat Israel di Gaza, Presiden Amerika Serikat Joe Biden menarik garis batasan yang jarang dilakukan terhadap sekutu utama AS tersebut.
Presiden AS mengatakan kepada CNN bahwa Washington tidak akan memberikan bom dan peluru artileri kepada tentara Israel untuk menyerang Rafah di Gaza selatan.
Namun gambar mayat hangus yang muncul akibat serangan Israel di Rafah telah menimbulkan pertanyaan tentang kredibilitas “garis merah” Biden.
Baca juga: Israel Klaim Senjatanya Sendiri Tak Mungkin Picu Kebakaran Besar yang Tewaskan 45 Orang di Rafah
Diperkirakan 45 orang tewas dalam serangan yang menghantam sekelompok tenda yang menampung pengungsi Palestina.
“Sangat mengecewakan melihat Presiden Biden terus membiarkan Israel beroperasi dengan impunitas,” kata Ahmad Abuznaid, direktur Kampanye AS untuk Hak-Hak Palestina (USCPR), dilansir dari Al Jazeera.
“Mengeluarkan garis merah yang Anda tahu tidak akan Anda tindak lanjuti tidak hanya berarti dia akan terus menjadi apa yang disebut Genocide Joe, tapi itu juga menunjukkan dia lemah secara politik," tambahnya.
Dalam beberapa minggu terakhir, Washington membenarkan kegagalannya meminta pertanggungjawaban Israel dengan menyatakan bahwa serangan di Rafah adalah operasi terbatas, bukan serangan habis-habisan seperti yang telah diperingatkan Biden.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Matthew Miller menegaskan kembali sikapnya, meskipun terjadi pertumpahan darah dan tank-tank Israel terus bergerak lebih jauh ke Rafah.
“Kami tidak ingin melihat operasi militer besar-besaran terjadi di sana, seperti yang kami lihat terjadi di Khan Younis dan di Kota Gaza. Pada titik ini, kami belum melihat operasi militer sebesar operasi sebelumnya,” kata Miller.
Dia menambahkan bahwa AS tidak dapat memverifikasi bahwa kendaraan militer Israel berada di pusat Rafah. Hal ini telah dikonfirmasi oleh saksi Palestina dan media Israel.
Baca juga: Israel Mengelak Serangannya ke Rafah Sebabkan Kebakaran Mematikan
Para pendukung hak asasi manusia Palestina berpendapat bahwa pemerintahan Biden sedang mendefinisikan ulang apa yang mereka anggap sebagai invasi ke Rafah agar dapat menyangkal bahwa serangan sedang terjadi.
Yasmine Taeb, direktur legislatif dan politik untuk kelompok advokasi MPower Change Action, menyebut garis merah Biden di Rafah sama sekali tidak berarti dan hanya merupakan kelanjutan dari kebijakan Gaza yang tidak berperasaan dan tidak dapat dipertahankan.
Baca juga: Di Tengah Kemarahan Global, Israel Serang Kamp Pengungsi Lagi di Rafah, 21 Orang Tewas
“Israel melanggar hukum humaniter internasional, serta hukum dan kebijakan AS, namun hampir delapan bulan pembantaian di Gaza tampaknya masih belum cukup bagi Biden untuk akhirnya mengambil posisi yang berprinsip dan konsisten dengan menegakkan hukum AS dan segera menangguhkan senjata ke Israel,” kata Taeb.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.