WASHINGTON, KOMAPS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan tidak menyerukan perubahan rezim di Rusia, setelah sehari sebelumnya menyebut Presiden Rusia Vladimir Putin "tidak dapat tetap berkuasa".
"Tidak," jawab Biden ketika ditanya oleh reporter apakah dia menyerukan perubahan rezim di negara itu, saat meninggalkan kebaktian gereja di Washington pada Minggu (27/3/2022) sebagaimana dilansir Reuters.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken juga memberikan komentar sehari setelah Pemimpin AS itu mengatakan rekannya dari Rusia, Vladimir Putin, tidak boleh dibiarkan tetap berkuasa.
Blinken membantah AS memiliki rencana membawa perubahan rezim di Rusia atau di tempat lain, dalam pernyataan tanpa naskah di akhir pidatonya di Polandia.
Presiden Biden menurutnya hanya membuat poin bahwa Putin tidak bisa diizinkan untuk berperang melawan Ukraina.
"Saya pikir presiden, Gedung Putih, membuat poin tadi malam bahwa, secara sederhana, Presiden Putin tidak dapat dibenarkan untuk berperang atau terlibat dalam agresi terhadap Ukraina atau siapa pun," kata Blinken pada Minggu (27/3/2022) saat berkunjung ke Israel dikutip dari BBC.
"Seperti yang Anda ketahui, dan seperti yang Anda dengar kami katakan berulang kali, kami tidak memiliki strategi perubahan rezim di Rusia, atau di tempat lain, dalam hal ini, dan dalam kasus apa pun."
"Terserah orang-orang di negara yang bersangkutan, terserah orang-orang Rusia," tambahnya.
Baca juga: Biden: Putin seperti Tukang Jagal, Tidak Boleh Tetap Berkuasa
Presiden AS Joe Biden tentang Presiden Rusia Vladimir Putin saat berpidato di ibukota Polandia, Warsawa, pada Sabtu (26/3/2022) dengan mengatakan "Orang ini (Putin) tidak bisa tetap berkuasa".
Kremlin bereaksi keras atas pernyataan Biden, dengan mengatakan bahwa Rusialah yang memilih pemimpin mereka.
Moskwa juga menilai komentar Presiden ke-46 AS itu telah mempersempit kesempatan untuk hubungan bilateral, dengan invasi Rusia ke Ukraina sekarang memasuki bulan kedua.
Ucapan Biden juga memicu kritik keras dari diplomat veteran AS Richard Haass.
Komentar tersebut "membuat situasi sulit menjadi lebih sulit dan situasi berbahaya menjadi lebih berbahaya", kicau Haass, yang merupakan presiden Dewan Hubungan Luar Negeri AS.
Haass pun menyarankan para pembantu utama Biden menghubungi rekan-rekan mereka, dan menjelaskan bahwa AS siap berurusan dengan pemerintah Rusia ini untuk memperbaiki dampak buruk dari ucapan pemimpinnya.
"Putin akan melihatnya sebagai konfirmasi atas apa yang dia yakini selama ini. Kesalahan disiplin yang berisiko memperluas cakupan dan durasi perang."
Baca juga: Zelensky Bersedia Ukraina Jadi Netral dan Berkompromi atas Status Wilayah Donbass Timur
Sementara itu Presiden Perancis Emmanuel Macron Minggu (27/3/2022) memperingatkan terhadap "eskalasi" verbal invasi Rusia di Ukraina, setelah Presiden AS Joe Biden mencap Vladimir Putin sebagai "tukang daging" yang "tidak bisa tetap berkuasa".
Macron mengatakan dia akan berbicara dengan Putin dalam dua hari ke depan untuk mengatur evakuasi warga sipil dari kota pelabuhan Mariupol yang dibombardir berat.
Kepada France 3, Pemimpin Perancis mengatakan tujuannya untuk "mencapai pertama gencatan senjata dan kemudian penarikan total pasukan (Rusia) dengan cara diplomatik."
"Jika kami ingin melakukan itu (gencatan senjata), kami tidak dapat membuat kondisi makin tegang, baik dengan kata-kata atau tindakan," ujarnya dikutip dari AFP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.