WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Universitas Harvard, yang dikenal sebagai salah satu universitas elite di Amerika Serikat, mengalami pembekuan dana federal sebesar 2,2 miliar dollar AS (sekitar Rp 36,5 triliun) pada Senin (14/4/2025).
Pembekuan ini terjadi setelah pihak universitas menolak serangkaian tuntutan besar yang dilayangkan oleh Gedung Putih (tuntutan Donald Trump), yang bertujuan menindak anti-Semitisme di kampus.
Pada 3 April 2025, Gedung Putih mengeluarkan daftar tuntutan yang meliputi perubahan dalam tata kelola, perekrutan, dan prosedur penerimaan mahasiswa baru.
Salah satu instruksi utama adalah menutup kantor keberagaman dan berkolaborasi dengan otoritas imigrasi untuk menyaring mahasiswa internasional.
Menanggapi tuntutan ini, Presiden Harvard Alan Garber dalam surat yang ditujukan kepada mahasiswa dan fakultas menyatakan, pihak universitas tidak akan bernegosiasi mengenai independensinya atau hak konstitusional yang dimiliki oleh lembaga pendidikan tersebut.
"Harvard tidak akan tunduk pada tekanan dari pemerintah dan tidak akan menyerahkan haknya untuk mengatur independensi akademiknya," ujar Garber dalam surat tersebut, dikutip dari kantor berita AFP pada Selasa (15/4/2025).
Sebagai balasan, Satuan Tugas Gabungan Trump untuk Memerangi Anti-Semitisme mengumumkan pembekuan dana hibah multi-tahun sebesar 2,2 miliar dollar AS, serta pembekuan kontrak pemerintah senilai 60 juta dollar AS.
Mereka menegaskan, investasi federal harus diimbangi dengan tanggung jawab universitas untuk menegakkan hukum hak-hak sipil, termasuk menanggapi dengan serius tindakan pelecehan terhadap mahasiswa Yahudi.
"Harvard memperlihatkan pola pikir yang meresahkan yang sudah menjadi endemik di universitas-universitas bergengsi di negara ini," ujar pernyataan tersebut.
"Sudah saatnya universitas elite melakukan perubahan yang nyata jika ingin terus mendapatkan dukungan dari pembayar pajak," imbuhnya.
Diketahui, seluruh negeri diguncang oleh protes mahasiswa pada tahun lalu, terkait dengan perang Israel di Gaza.
Beberapa protes ini menimbulkan bentrokan keras dengan polisi, termasuk demo pro-Israel yang semakin memanas.
Pemerintahan Trump bersama Partai Republik menuduh aktivis yang terlibat mendukung Hamas, kelompok yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, yang bertanggung jawab atas serangan terhadap Israel pada 7 Oktober 2023.
Departemen Pendidikan AS pada Maret lalu mengumumkan, mereka sedang menyelidiki lebih dari 60 perguruan tinggi dan universitas terkait tuduhan diskriminasi dan pelecehan anti-Semit.
Seiring dengan pembekuan dana, pemerintah juga meminta Harvard untuk melakukan audit atas pandangan mahasiswa dan fakultas, serta meninjau prosedur disiplin dan rekrutmen mereka.
Meski demikian, Garber menegaskan, Harvard akan tetap terbuka terhadap informasi baru, tetapi menolak tuntutan yang melampaui kewenangan sah pemerintah.
Anggota Kongres dari Partai Republik, Elise Stefanik, yang dikenal kritis terhadap universitas dalam hal anti-Semitisme, menyebut Harvard sebagai simbol kebusukan moral dalam dunia pendidikan tinggi.
Di sisi lain, langkah Harvard mendapatkan dukungan dari kalangan liberal, termasuk mantan Presiden AS, pemimpin minoritas Senat Chuck Schumer, serta Senator Bernie Sanders. Sanders memberikan pujian kepada universitas tersebut karena tidak menyerah pada tekanan pemerintah.
"Universitas lain harus mengikuti jejak Harvard dalam membela hak konstitusional mereka," tulis Sanders di media sosial.
Sementara itu, Universitas MIT, yang juga terdampak kebijakan serupa, mengajukan gugatan hukum untuk menghentikan penghentian hibah yang mendukung lebih dari 1.000 anggota komunitas kampus mereka.
Harvard, dengan pendapatan tahunan sekitar 6,5 miliar dollar AS (Rp 107 triliun), tercatat menghasilkan surplus operasional sebesar 45 juta dollar AS pada tahun keuangan lalu.
Pihak universitas menegaskan, mereka tidak akan membiarkan pihak manapun, terlepas dari partai politik yang berkuasa, untuk mendikte apa yang dapat diajarkan, siapa yang dapat diterima, atau bidang studi yang dapat mereka tekuni.
/global/read/2025/04/15/163259270/harvard-alami-pembekuan-dana-rp-365-triliun-usai-menentang-tuntutan