优游国际

Baca berita tanpa iklan.

SPMB 2025 Jalur Prestasi Tak Gunakan Rapor, Bisa Munculkan 3 Masalah Ini

优游国际.com - 21/04/2025, 14:23 WIB
Sania Mashabi,
Mahar Prastiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Proses Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 sebagai pengganti Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) akan dimulai Mei 2025 mendatang.

Pada SPMB 2025 ini akan ada empat jalur yakni jalur domisili, prestasi, afirmasi dan, mutasi atau perpindahan orangtua.

Selain jalur domisili yang menyoroti perhatian karena menggantikan jalur zonasi pada PPDB, jalur prestasi pada SPMB juga menarik perhatian.

Sebab, pada SPMB 2025 jalur prestasi tidak lagi menggunakan nilai rapor tetapi menggunakan akan Tes Kemampuan Akademik (TKA).

"Jadi nanti jalur prestasi yang kita kembangkan itu tidak lagi menggunakan nilai rapor. Itu kemudian kami coba minimalkan dengan tes kemampuan akademik," kata Mu'ti dikutip dari 优游国际.com, Jumat (11/4/2025).

Baca juga: Masuk TK saat Anak Usia 4 atau 5 Tahun? Cek Aturan SPMB 2025

Jalur prestasi tidak gunakan nilai rapor

Mu'ti menjelaskan, tidak lagi digunakannya nilai rapor pada jalur SPMB 2025 disebabkan banyaknya guru yang sering melakukan penambahan atau mark up nilai siswa. Sehingga, nilai dalam rapor tidak memperlihatkan kemampuan siswa yang sebenarnya.

"Karena, mohon maaf ya, banyak masyarakat yang mempersoalkan validitas dari nilai rapor. Karena banyak yang guru-guru itu karena baik hati, jadi sedekah nilai kepada muridnya. Harusnya 6, dinilai 8. Harusnya 8, dinilai 10," ujarnya.

Kendati demikian, Mu'ti menegaskan TKA nantinya tidak wajib diikuti oleh siswa baik di tingkat SD ataupun SMA.

Dia mengatakan, TKA hanya diperuntukkan bagi siswa yang ingin memiliki kesempatan lebih ketika ingin melanjutkan pendidikannya salah satunya melalui seleksi jalur prestasi.

"Jadi dia untuk ikut itu tidak harus. Tapi kalau dia tidak ikut otomatis dia tidak punya nilai individual," ungkapnya.

Baca juga: Hipnoterapi Bisa Bantu Siswa SMP Tak Lancar Membaca? Ini Penjelasannya

Mu'ti juga mengatakan, salah satu alasan tidak diwajibkannya TKA karena selama ini banyak masyarakat yang menilai ujian akhir sebagai pemicu stres. Oleh karena itu, ia menyarankan bagi siswa yang nantinya berpotensi stres tidak perlu mengikuti TKA.

"Kalau dulu diwajibkan dia stres karena wajib. Ini karena tidak wajib. Ya sudah kalau kira-kira dia stres ya jangan ikut. Tapi kalau mau dia siap mental dan ingin untuk misalnya melanjutkan ke jenjang di atasnya dan bisa punya peluang untuk belajar yang lebih tinggi lagi ya ikut (TKA)," jelas dia.

Krisis kepercayaan guru

Menanggapi hal tersebut, Koordinator Nasional Jaringan Pengamat Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, menyatakan bahwa pernyataan Mendikdasmen ini memicu 3 masalah serius dalam sistem pendidikan di Indonesia.

1. Generalisasi yang tidak adil

Kebijakan ini menggeneralisasi bahwa semua guru melakukan manipulasi nilai. Padahal banyak pendidik yang telah bekerja keras menilai siswa secara jujur dan profesional.

“Ini seperti menghukum semua guru karena kesalahan segelintir oknum,” tegas Ubaid.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan.

Terpopuler

1
2
3
4
5
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau