JAKARTA, KOMPAS.com - Musisi pop dan aktris legendaris Indonesia, Titiek Puspa (87), meninggal dunia pada Kamis (10/4/2025) sore.
Kepergian Titiek Puspa meninggalkan kesedihan yang mendalam di belantika musik dan film Indonesia.
Sosok Titiek Puspa yang konsisten memberikan sumbangsih kepada dunia seni musik dan film Indonesia mendapat penghargaan dari penerintah Republik Indonesia berupa Anugerah Tanda Satya Lencana Wira Karya dari Presiden Suharto pada tahun 1997.
Perempuan yang memiliki nama Sudarwati, pemberian dari orangtua, itu pun sudah memiliki bakat olah vokal semenjak masa sekolah.
Sebagai anak yang hidupnya berpindah-pindah, Titiek Puspa diketahui lahir di Tabalong, Kalimantan Selatan, pada 1 November 1937.
Ayahnya adalah Tugeno Puspowidjojo, dan ibunya adalah Siti Mariam. Meski lahir di tanah Borneo, darah Jawa mengalir di tubuh Titiek Puspa.
Ayahnya berasal dari Kutoarjo, Jawa Tengah. Ibunya berasal dari Trenggalek, Jawa Timur.
Dari Surabaya, Tugeno dan Siti Mariam memboyong ketiga anaknya yaitu Sri Sumaryati, Soemarno Poespowidjojo, dan Sumartuti ke Kalimantan Selatan. Di sana lah, putri tercinta Tugeno dan Siti Mariam lahir pada tahun 1937.
Pekerjaan Tugeno sebagai mantri atau juga dikenal sebagai tenaga medis pun kembali membawa Titiek Puspa melanglang buana.
Dirangkum dari jurnal Historiografi berjudul "Menjadi Penyanyi Istana Negara: Biografi Titiek Puspa" karya Rafngi Mufidah dan Dhanang Respati Puguh, Titiek Puspa hijrah dari Kalimantan Selatan ke Semarang karena ayahnya mendapatkan pekerjaan di Centraal Burgerlijke
Ziekenhuiz (sekarang menjadi Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi).
Selama di Semarang, Tugeno dan keluarganya tinggal di Lempongsari, sebuah pemukiman padat penduduk di kawasan Gergaji. Seperti penduduk Lempongsari pada umumnya, Sudarwati dan ketiga kakaknya dibesarkan di sebuah rumah semipermanen.
Pekerjaan Tugeno di Semarang terbilang cukup baik. Gajinya lebih dari cukup untuk menghidupi istri dan anak-anaknya.
Baca juga: Lulus Jadi CPNS: 10 Sekolah Kedinasan Paling Diminati Siswa di 2024
Akan tetapi, keadaan berubah ketika Jepang menduduki Jawa pada tahun 1942. Dalam sebuah wawancara, Titiek Puspa mengaku keluarganya harus merasakan kesengsaraan yang luar biasa akibat kebijakan Militer Jepang yaitu soal pendistribusian beras.
Di bawah kekhawatiran tekanan karena tindakan militer Jepang yang seringkali tak terduga membuat Tugeno membawa keluarganya hijrah ke Kutoarjo.
Di Kutoarjo, ayah Titiek Puspa tak mendapatkan pekerjaan. Akhirnya, Tugeno mengarahkan kompas kehidupan keluarganya ke Ambarawa, Jawa Tengah.