KOMPAS.com - Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia Abdul Kadir menyampaikan bahwa dari 7,5 juta orang penganggur di Indonesia, sekitar 3 juta merupakan lulusan SMA dan SMK, sedangkan 2,5 juta lainnya adalah lulusan SMP.
Di sisi lain, data BP2MI menunjukkan terdapat sekitar 5,2 juta pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri, dengan 57,3 persen bekerja di sektor informal dan 70 persen di antaranya adalah perempuan dengan pendidikan rata-rata SD-SMP.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), dan Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) resmi menandatangani dokumen kerja sama untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja Indonesia melalui pendidikan vokasi.
Baca juga: Rekrutmen Bersama BUMN 2025 Dibuka Besok bagi Lulusan SMA-SMK, S1-S3
Kolaborasi tiga kementerian ini menargetkan peningkatan kompetensi lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) serta lembaga kursus dan pelatihan (LKP) agar sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, baik di dalam maupun luar negeri.
Kesepakatan ini mencakup pemetaan potensi calon pekerja, peningkatan kompetensi, standardisasi, dan pembinaan untuk memastikan kualitas lulusan.
"Masalah utama penempatan pekerjaan negara kita ini adalah soal kompetensi, soal kompetensi. Oleh karena itu, tugas kita bersama karena negara ini kita harus terus bersinergi dan berkolaborasi tugas kita bersama adalah membangun ekosistem vokasi dan pelatihan yang sehat, yang baik," jelas Abdul Kadir di Ruang Graha Utama, Gedung A Lantai III, Kompleks Kemendikdasmen, Senin (24/3/2025).
Melalui kerja sama ini, pemerintah berencana memetakan potensi calon pekerja migran dari SMK dan Balai Latihan Kerja untuk meningkatkan kompetensi mereka sesuai kebutuhan pasar kerja global, dan memfasilitasi penempatan serta pendampingan hingga mereka kembali ke tanah air.
Baca juga: 53 Sekolah Rakyat Siap Dibuka pada Tahun Ajaran 2025/2026
Menurut dia, peran pekerja migran dalam perekonomian suatu negara sangatlah besar. Ia mencontohkan Filipina, yang memperoleh pendapatan hingga ribuan triliun rupiah dari pekerja migrannya.
Bahkan, keberlangsungan negara tersebut sangat bergantung pada kontribusi tenaga kerja migran, yang menjadi salah satu faktor utama dalam operasional pemerintahan dan perekonomian mereka.
Para pekerja migran juga menjadi penyumbang signifikan bagi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mereka. Hal serupa juga terjadi di Bangladesh, Pakistan, dan Vietnam, negara-negara yang kini menjadi pemasok tenaga kerja dalam jumlah besar, termasuk ke kawasan Timur Tengah dan Malaysia.
Baca juga: Syarat Daftar IPDN, Kuliah Gratis dan Bisa Jadi CPNS Kemendagri
Abdul menegaskan bahwa di tengah angka pengangguran dalam negeri yang berpotensi terus meningkat, salah satu solusi terbaik adalah dengan memaksimalkan penyerapan tenaga kerja di dalam negeri. Ia mengatakan pihaknya akan mengoptimalkan berbagai langkah strategis guna menciptakan lebih banyak peluang kerja bagi masyarakat.
“Kami akan mendorong agar ada kesempatan kerja di luar negeri. Jadi yang kami lakukan dalam membangun ekosistem pelatihan atau ekosistem vokasi ini adalah bekerja sama dengan semua kementerian dan lembaga yang ada,” jelas Abdul.
Menurut Abdul, pihaknya saat ini sudah mengadakan kerja sama dengan 12 lembaga atau kementerian yang bisa membantu pelatihan vokasi. Salah satunya adalah dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang dipimpin oleh Menteri Abdul Mu’ti.
Baca juga: Mendikti Brian Sebut Kampus Vokasi Juga Bekali Sains dan Teknologi
“Beberapa hal yang menjadi tujuan kerja sama ini adalah melakukan pemetaan potensi calon pekerja Indonesia yang berasal dari SMK dan LKP. Kita akan petakan, di SMK mana saja, negara tujuan mana yang membutuhkan, serta jabatan kerja apa yang dibutuhkan. Setelah itu, kita siapkan tenaga kerja dengan sistem yang baik,” terang Abdul Kadir.
Selain itu, Abdul menekankan pentingnya perlindungan bagi pekerja migran. Meski demikian, ia menolak pendekatan yang terlalu berhati-hati hingga menghambat penempatan tenaga kerja di luar negeri.