优游国际

Baca berita tanpa iklan.

Perhimpunan Pelajar Indonesia Berbagai Negara Tolak RUU TNI: Ancam Demokrasi

优游国际.com - 20/03/2025, 11:38 WIB
Yovie Given Nata Widjaja,
Ayunda Pininta Kasih

Tim Redaksi

KOMPAS.com – Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dari berbagai negara menyatakan sikap penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).

Dalam konferensi pers yang dirilis di kanal Youtube PPI Belanda pada Rabu (19/3/2025), para perwakilan PPI dari Australia, Denmark, Belanda, Jerman, Inggris, dan Jepang menyampaikan keberatan terhadap revisi yang dijadwalkan akan disahkan hari ini (20/3/2025).

"Kami perhimpunan pelajar di berbagai negara di dunia menaruh perhatian yang sungguh serius terhadap permasalahan ini. Selain penyusunan yang tentu tergesa-gesa sehingga menimbulkan kecurigaan, dilihat dari substansinya kami juga menyoroti hal-hal atau pasal-pasal yang secara substansial mengancam demokrasi," kata moderator konferensi pers PPI Dunia, Rozy Brilian.

Baca juga: 1.000 Mahasiswa Diperkirakan Demo Tolak Pengesahan RUU TNI di DPR

Proses legislasi terburu-buru

Wildan Ali dari PPI Australia menyoroti proses legislasi yang dianggap tergesa-gesa dan tertutup.

"Pembahasan RUU TNI dilakukan secara tertutup dan terburu-buru tanpa melibatkan koalisi masyarakat sipil, yang menimbulkan kesan ada yang disembunyikan," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa keputusan untuk melakukan rapat di hotel mewah selama akhir pekan merupakan anomali, terlebih di tengah kebijakan pemerintah yang menerapkan efisiensi anggaran. Proses yang terburu-buru dengan target penyelesaian sebelum masa reses DPR pada 21 Maret 2025 menunjukkan proses legislasi yang tidak sesuai kaidah peraturan perundang-undangan.

"Pada mulanya RUU TNI tidak masuk dalam daftar 41 Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2025, tetapi RUU tersebut lantas dimasukkan untuk dibahas di DPR RI setelah muncul surat Presiden RI Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025," tambahnya.

Tidak hanya soal prosedur yang tertutup, DPR RI juga dinilai melanggar prinsip keterbukaan dengan tidak mempublikasikan draft RUU melalui situs resminya. Padahal, revisi ini memiliki implikasi besar bagi penyelenggaraan demokrasi dan dapat merusak semangat reformasi yang selama ini diperjuangkan.

Ketertutupan ini menurut Wildan menciderai amanat Pasal 96 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang mengharuskan adanya partisipasi publik dalam proses legislasi.

Baca juga: BEM Seluruh Indonesia Demo Tolak RUU TNI: sampai TNI Balik ke Barak

Ancaman terhadap demokrasi

Pada kesempatan yang sama, Yuan Anzal dari PPI Denmark mengkritik keberadaan Pasal 7 ayat 2 angka 15 dalam RUU TNI yang memungkinkan keterlibatan TNI dalam penanganan ancaman siber. Ketentuan ini dinilai problematis karena tidak disertai dengan penjelasan yang jelas, sehingga berpotensi mengancam sistem demokrasi.

Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Sejarah telah mencatat bagaimana intervensi negara dalam ruang digital dapat berujung pada pembungkaman kebebasan sipil, seperti yang terjadi dalam kasus internet shutdown di Papua pada 2019. Dengan dalih keamanan, akses informasi dibatasi, merampas hak publik untuk mendapatkan berita dan berkomunikasi secara bebas.

Jika TNI diberi kewenangan dalam menangani ancaman siber tanpa batasan yang tegas, ruang digital bisa menjadi sasaran kontrol militer, mengancam kebebasan berekspresi serta hak asasi manusia.

Tak hanya itu, Yuan juga menyoroti Pasal 47 dalam RUU yang memperbolehkan prajurit TNI menduduki jabatan sipil. Ketentuan ini bertentangan dengan prinsip supremasi sipil yang menjadi fondasi utama dalam sistem demokrasi.

Menurutnya, militer seharusnya tunduk pada otoritas sipil, bukan justru mengambil alih peran yang seharusnya dijalankan oleh warga sipil. Jika aturan ini disahkan, maka kemungkinan tumpang-tindih peran militer dan sipil semakin besar, membuka peluang bagi kembalinya militerisme dalam pemerintahan.

“Pasal 47 RUU TNI yang memperbolehkan militer mengisi jabatan sipil jelas menunjukkan bahwa prinsip supremasi sipil yang seharusnya dipegang kuat dalam sistem demokrasi bisa terganggu,” jelas Yuan.

Baca juga: Ratusan Mahasiswa dan Dosen Gelar Demo Tolak RUU TNI, Sampaikan 5 Tuntutan

Halaman:


Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau