优游国际

Baca berita tanpa iklan.

Mengenal "Brain Drain", Fenomena Kabur Aja Dulu, hingga WNI Enggan Pulang Tanah Air

优游国际.com - 18/02/2025, 09:16 WIB
Sania Mashabi,
Mahar Prastiwi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan fenomena Brain Drain yang dilakukan Warga Negara Indonesia (WNI) namun memilih tinggal di luar negeri.

Dikutip dari laman resmi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Selasa (18/2/2025) Brain Drain merupakan fenomena hengkangnya para ilmuwan, intelektual, cendikiawan suatu negara dan memilih tinggal di negara lain.

Alasan yang melatar belakanginya Brain Drain berdasarkan catatan UPI juga bisa beragam. Mulai dari alasan politis, ekonomi, sosial budaya, dan juga pilihan hidup.

Brain Drain juga dilakukan dengan pertimbangan minimnya peluang dan keterbatasan berkarya di negara asal.

Baca juga: 8 Jurusan Kedokteran Terbaik Indonesia 2025, Cek Daya Tampung di SNBT

Sehingga, UPI menyimpulkan, Brain Drain dalam kadar tertentu, bisa merugikan negara asal, karena ada potensi aset sumber daya manusia (SDM) terbaiknya hilang.

Sebaliknya, hal tersebut menguntungkan bagi negara baru yang dipilih, karena negara yang dipilih oleh SDM terbaik.

Brain Drain di Indonesia

UPI juga mencatat bahwa Brain Drain pernah terjadi di beberapa negara seperti India, China dan Indonesia.

Brain Drain terjadi di Indonesia pada tahun 1965 tepatnya pada pergantian rezim Orde Lama ke Orde Baru. Kala itu, banyak mahasiswa yang kuliah di Rusia atau di perguruan tinggi Eropa Timur memilih untuk tidak kembali ke Indonesia.

Lalu Brain Drain terjadi lagi pada tahun 1980-an pada saat Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie mengirim ratusan remaja potensial ke luar negeri.

Mereka ternyata banyak yang memilih tidak langsung kembali ke Indonesia dan memilih bekerja di perusahaan di Amerika Serikat.

Kini, fenomena Brain Drain kembali diperbincangkan di media sosial dan banyak WNI di luar negeri yang angkat bicara dan tegas menyatakan memilih tinggal di luar negeri dibanding harus kembali ke Indonesia melalui tagar #kaburajadulu.

Pengamat pendidikan dari Universutas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subhkan mengatakan, fenomena ini terjadi karena adanya kekecewaan anak muda Indonesia pada pemerintah.

"Menurut saya itu sebentuk kekecewaan dari banyak orang, tak terkecuali anak-anak muda, bahkan cendekiawan, yang merasa bahwa pemerintah tidak memperhatikan aspirasi mereka, tidak memedulikan kehidupan mereka dan masa depan mereka," kata Edi kepada 优游国际.com, Selasa (18/2/2025).

Edi menilai, seharusnya kejadian ini jadi bahan evaluasi pemerintah agar bisa lebih mendengarkan aspirasi anak muda Indonesia.

Baca juga: Pendaftaran SNBP 2025 Ditutup Hari Ini Pukul 15.00 WIB: Cetak Kartu Peserta

Tagar #kaburajadulu, kata Edi, adalah bentuk sindiran anak muda ke pemerintah karena melihat ketidak jelasan di negaranya dan anak muda merasa tidak ada yang bisa membantu mereka selain diri mereka sendiri.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau