优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Salin Artikel

Mengenal "Brain Drain", Fenomena Kabur Aja Dulu, hingga WNI Enggan Pulang Tanah Air

KOMPAS.com - Media sosial diramaikan dengan fenomena Brain Drain yang dilakukan Warga Negara Indonesia (WNI) namun memilih tinggal di luar negeri.

Dikutip dari laman resmi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Selasa (18/2/2025) Brain Drain merupakan fenomena hengkangnya para ilmuwan, intelektual, cendikiawan suatu negara dan memilih tinggal di negara lain.

Alasan yang melatar belakanginya Brain Drain berdasarkan catatan UPI juga bisa beragam. Mulai dari alasan politis, ekonomi, sosial budaya, dan juga pilihan hidup.

Brain Drain juga dilakukan dengan pertimbangan minimnya peluang dan keterbatasan berkarya di negara asal.

Sehingga, UPI menyimpulkan, Brain Drain dalam kadar tertentu, bisa merugikan negara asal, karena ada potensi aset sumber daya manusia (SDM) terbaiknya hilang.

Sebaliknya, hal tersebut menguntungkan bagi negara baru yang dipilih, karena negara yang dipilih oleh SDM terbaik.

Brain Drain di Indonesia

UPI juga mencatat bahwa Brain Drain pernah terjadi di beberapa negara seperti India, China dan Indonesia.

Brain Drain terjadi di Indonesia pada tahun 1965 tepatnya pada pergantian rezim Orde Lama ke Orde Baru. Kala itu, banyak mahasiswa yang kuliah di Rusia atau di perguruan tinggi Eropa Timur memilih untuk tidak kembali ke Indonesia.

Lalu Brain Drain terjadi lagi pada tahun 1980-an pada saat Menteri Riset dan Teknologi BJ Habibie mengirim ratusan remaja potensial ke luar negeri.

Mereka ternyata banyak yang memilih tidak langsung kembali ke Indonesia dan memilih bekerja di perusahaan di Amerika Serikat.

Kini, fenomena Brain Drain kembali diperbincangkan di media sosial dan banyak WNI di luar negeri yang angkat bicara dan tegas menyatakan memilih tinggal di luar negeri dibanding harus kembali ke Indonesia melalui tagar #kaburajadulu.

Pengamat pendidikan dari Universutas Negeri Semarang (Unnes) Edi Subhkan mengatakan, fenomena ini terjadi karena adanya kekecewaan anak muda Indonesia pada pemerintah.

"Menurut saya itu sebentuk kekecewaan dari banyak orang, tak terkecuali anak-anak muda, bahkan cendekiawan, yang merasa bahwa pemerintah tidak memperhatikan aspirasi mereka, tidak memedulikan kehidupan mereka dan masa depan mereka," kata Edi kepada 优游国际.com, Selasa (18/2/2025).

Edi menilai, seharusnya kejadian ini jadi bahan evaluasi pemerintah agar bisa lebih mendengarkan aspirasi anak muda Indonesia.

Tagar #kaburajadulu, kata Edi, adalah bentuk sindiran anak muda ke pemerintah karena melihat ketidak jelasan di negaranya dan anak muda merasa tidak ada yang bisa membantu mereka selain diri mereka sendiri.

"Karena ya sudah kalau kondisinya seperti ini, tidak nyaman, tidak jelas, bahkan memburuk, di sisi lain pemerintah tidak mau mendengar kritik dan saran, rasanya tidak ada lagi yang bisa diperbuat. Dan ketika pemerintah tidak bisa menjamin kehidupan yang lebih baik, siapa lagi yang akan bisa mengupayakannya jika bukan diri kita sendiri," ujarnya.

Dia menambahkan, jika sulit untuk bertahan dan berkembang secara baik, adil, dan benar di Indonesia mending kabur saja dulu.

"Ini sindiran, satir, yang pemerintah mesti paham," lanjut dia.

Tak salah merantau ke luar negeri

Sementara itu, mantan Staf Khusus (Stafsus) bidang Pendidikan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) dan juga alumnus penerima beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Billy Mambrasar menilai merantau ke luar negeri tidak salah selama orang itu masih ingat untuk kembali ke TanahAir.

Kembali utamanya untuk mengimplementasikan apa yang sudah dipelajari selama kuliah atau bekerja di luar negeri.

"Kembali untuk meneruskan apa yang telah kita pelajari, untuk membangun negeri ini, dan untuk memastikan bahwa generasi berikutnya bisa berdiri sejajar dengan siapa pun di dunia," kata Billy kepada 优游国际.com, Senin (17/2/2025) malam.

Menurut Billy, merantau ke luar negeri banyak mengajarkanya tentang kehidupan, bagian untuk mencari jati diri dan menumbuhkan rasa rindu pada TanahAir.

Kendati demikian, Billy tetap menyarankan para lulusan dari perguruan tinggi luar negeri bisa kembali pulang dan membantu membangun bangsa.

"Merantau bukanlah tentang melarikan diri, tapi tentang menemukan diri. Dan pulang bukanlah tentang berhenti, tapi tentang memulai sesuatu yang lebih besar. Mari kita jadikan setiap langkah kita, baik di dalam maupun luar negeri, sebagai langkah untuk membangun Indonesia yang lebih baik," tutur Billy Mambrasar.

Dia menekankan, karena pada akhirnya, negeri ini membutuhkan kita semua para perantau yang pulang dengan hati penuh cinta dan tangan yang siap membangun.

/edu/read/2025/02/18/091645071/mengenal-brain-drain-fenomena-kabur-aja-dulu-hingga-wni-enggan-pulang-tanah

Baca berita tanpa iklan.

Terpopuler

1
2
3
4
5
Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke