KOMPAS.com - Presiden AS Donald Trump menarik visa ratusan mahasiswa asing dan menghentikan penyaluran dana ke kampus yang membiarkan aksi demontrasi pro-Palestina.
Keputusan itu diambil setelah banyak mahasiswa menggelar aksi demo di kampus-kampus AS untuk mendukung kemerdekaan Palestina.
Sejak Israel serang Gaza pada 2023, mahasiswa kampus-kampus di seluruh AS menggelar aksi demonstrasi pro-Palestina.
Demo setidaknya berlangsung di Columbia University, California University, University of Texas di Austin, Washington University di St Louis, serta Northeastern University dan Emerson College di Boston.
Sayangnya, para demonstran kerap mendapat reaksi agresif dari polisi. Ratusan mahasiswa ditangkap dan terluka.
Kini, para mahasiswa itu status terancam imbas kebijakan baru Trump untuk kampus di AS.
Baca juga: Kuliah Ikut Demo tapi Kerja Jadi PNS, Memangnya Salah?
Trump telah mencabut visa ratusan mahasiswa internasional dan menahan sekitar selusin lainnya di kampus-kampus seluruh AS.
Pencabutan visa mahasiswa asing tersebut bahkan sering dilakukan tanpa peringatan atau upaya banding, dikutip dari BBC, Kamis (10/5/2025).
Lebih dari 80 universitas telah melaporkan pencabutan visa yang berdampak pada aktivitas para mahasiswa dan operasional fakultas.
Para mahasiswa yang visanya dicabut menempuh pendidikan di universitas swasta seperti Harvard dan Stanford, lembaga publik seperti University of Maryland, atau perguruan tinggi seni kecil.
Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio mengonfirmasi, sedikitnya 300 visa para mahasiswa internasional di AS telah dicabut sejak Maret 2025.
Menurutnya, pencabutan visa salah satunya dialami mahasiswa yang terlibat dalam kegiatan menentang kepentingan nasional AS, seperti mengikuti demo pro-Palestina.
Gedung Putih membela keputusan itu sesuai ketentuan Undang-Undang 1952 yang memberi wewenang kepada Menteri Luar Negeri untuk mengusir orang asing yang dinilai menimbulkan konsekuensi kebijakan dan kerugian serius.
Tindakan tersebut menuai kecaman banyak pihak. Pasalnya, mahasiswa pemegang visa tetap berhak berbicara bebas seperti warga negara AS lainnya.
Pihak berwenang juga menahan mahasiswa dan pengajar yang visanya dicabut, termasuk pemilik visa pelajar dan penduduk tetap sah AS. Mereka dikirim ke pusat penahanan seluruh AS untuk menunggu deportasi.