Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 dan 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018.
Namun, Riva Siahaan Pertamina, VP PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono, dan Direktur PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin yang telah ditetapkan sebagai tersangka diduga melakukan pengondisian dalam rapat optimasi hilir.
Pengondisian dilakukan sebagai dasar untuk menurunkan produksi kilang yang menyebabkan produksi minyak Bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.
Perbuatan ketiga tersangka membuat pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan lewat skema impor.
Dalam prosesnya, saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan maka produksi minyak mentah dalam negeri oleh KKS sengaja ditolak.
Baca juga: Profil Riza Chalid, Taipan Minyak yang Rumah-Kantornya Digeledah Buntut Dugaan Korupsi Pertamina
Alasan yang digunakan para tersangka ketika menolak hasil produksi KKKS adalah spesifikasi minyak tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.
Penolakan tersebut membuat bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.
PT Kilang Pertamina Internasional kemudian melakukan impor minyak mentah, sedangkan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang.
“Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak Bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ujar Qohar dikutip dari Antara, Senin (24/2/2025).
Baca juga: Profil Muhammad Kerry Adrianto Riza, Pemilik Klub Hangtuah Tersangka Kasus Korupsi Pertamina
Ia juga mengatakan, terjadi perbuatan jahat antara penyelenggara negara dalam hal ini subholding Pertamina dengan broker dalam pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga.
“Tersangka RS (Riva), SDS (Sani), dan AP (Agus) memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang secara melawan hukum,” jelas Qohar.
Di sisi lain, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo (GRJ) berkomunikasi dengan Agus.
Tujuannya, untuk memperoleh harga tinggi pada saat syarat belum terpenuhi dan mendapatkan persetujuan dari Sani untuk impor minyak mentah serta dari Riva untuk produk kilang.
Baca juga: Kejagung Ungkap Modus Tersangka Petinggi Pertamina Oplos Pertalite Jadi Pertamax
Perbuatan para tersangka Pertamina menyebabkan komponen harga dasar yang dijadikan acuan untuk penetapan harga indeks pasar (HIP) BBM yang dijual ke masyarakat menjadi lebih tinggi.
Kemudian, HIP tersebut dijadikan dasar pemberian kompensasi maupun subsidi BBM setiap tahun melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Qohar menjelasjan, kasus korupsi Pertamina Patra Niaga membuat negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 193,7 triliun.
Kejagung juga menemukan fakta bahwa terjadi pengoplosan BBM RON 90 (Pertalite) atau di bawahnya dengan RON 92 (Pertamax).
Baca juga: Apakah Pertamax yang Dijual Saat Ini Produk Oplosan? Ini Jawaban Kejagung dan Pertamina
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.