KOMPAS.com - Calon presiden (capres) nomor urut 1, Prabowo Subianto berkali-kali menyatakan rencananya untuk memberi makan siang gratis kepada anak-anak Indonesia.
Program ini juga sempat diungkapkannya dalam debat kelima Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 pada Minggu (4/2/2024) di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat.
"Memberi makan bergizi untuk seluruh anak-anak Indonesia termasuk yang masih dalam kandungan ibunya dan selama sekolah sampai dari usia dini sampai dewasa," ujarnya.
Menurutnya, kebijakan ini akan mampu mengatasi angka kematian ibu hamil, anak kurang gizi, stunting, menghilangkan kemiskinan ekstrem, serta menyerap semua hasil panen para petani dan nelayan.
Makan gratis juga diyakini mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sehingga dapat mengatasi masalah-masalah dalam memperbaiki kualitas hidup rakyat Indonesia.
Lantas, apakah kebijakan makan siang gratis Prabowo-Gibran bisa menjadi solusi untuk mengatasi beberapa persoalan?
Baca juga: Marak soal Masyarakat Percaya Hoaks Taylor Swift Berterima Kasih ke Prabowo, Ini Kata Pakar
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Aris Arif Mudayat mengungkapkan, kebijakan makanan gratis tidak sesuai dengan persoalan Indonesia saat ini.
"Tidak seperti itu, ada yang lebih penting. Misalnya, tidak bisa bayar sekolah, tidak bisa ke fasilitas kesehatan. Ini lebih konkrit meski ada yang tidak bisa makan," ujarnya saat dihubungi 优游国际.com, Rabu (7/2/2024).
Aris menjelaskan, pemerintah seharusnya membereskan sistem ketahanan kesehatan, pangan, sosial, dan ekonomi yang ada pada masyarakat.
Menurutnya, semua presiden dan pemerintah Indonesia selama ini kurang bisa membangun ketahanan tersebut.
Karenanya, pemberian bantuan sosial serta kebijakan makan gratis tidak menyelesaikan masalah. Sebab, tidak ada sistem ketahanan sosial dan ekonomi di Indonesia yang kuat.
"Kalau kita membangun sistem ekonomi gotong royong itu akan menjadi solusi mengatasinya," tambah dia.
Sistem ekonomi gotong royong ini diterapkan dengan mengintegrasikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan Badan Usaha Milik Desa (BumDes) untuk mengatasi masalah sosial-ekonomi.
Sayangnya, hal tersebut tak pernah dilakukan.
Baca juga: Prabowo Sebut Indonesia Minim Dokter, Benarkah Penambahan Fakultas Kedokteran Jadi Solusi?