优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Membaca dan Mengantisipasi Krisis Global Kini dan ke Depan

优游国际.com - 30/01/2023, 09:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di
Editor

JELANG akhir abad 20, kelakar para pelaku pasar dan ekonomi-politik dunia berbunyi: “When America sneezes, the world catches cold". Jika Amerika Serikat (AS) pilek, dunia gigil; jika AS batuk pilek, Eropa bersin-bersin gigil.

Pasalnya, AS kendalikan tiga barometer pasar global yakni dollar, emas, dan minyak. Maka, baca tanda krisis global, lazim dari ekonomi AS.

Kini awal abad 21, kelakar itu sedikit redup. Meskipun ekonomi AS, misalnya, mengisi kira-kira 1/4 produk domestik bruto dunia; namun, risiko tripledemic Covid-19 lebih perkasa dari kekuatan ekonomi AS.

Howard Schneider (2020), misalnya, melaporkan bahwa tanggap-darurat Covid-19 memaksa AS merilis paket dukungan ekonomi sekitar 3 triliun dollar AS karena kebijakan pembatasan kegiatan sosial-ekonomi warga AS; April-Mei 2020, sekitar 3,6 juta warga AS terinfeksi Covid-19 dan 140.000 meninggal.

Baca juga:

Jelang tahun 2020, pra-pandemi Covid-19 menyebar dan melanda negara-negara di dunia, kelakar baru pelaku pasar global adalah: “When China sneezes, the world catches a cold!” (David Smith/The Sunday Times, 26/5/2019), atau ketika Tiongkok pilek, dunia gigil-demam.

Tanda awal tahun 2001, muncul dari kajian ekonom Jim O’Neill (2001) asal Goldman Sachs bahwa negara-negara BRIC (Brasil, Rusia, India, dan China atau Tiongkok) bakal mendominasi ekonomi dunia tahun 2050. 

BRIC berawal dari pertemuan menteri empat negara itu di New York City, AS, September 2006 melalui seri pertemuan tingkat tinggi pada event Majelis Umum PBB. Pertemuan diplomatik resmi dan KTT (konferensi tingkat tinggi) ke-4 negara berlanjut di Yekaterinburg, Rusia, 16 Juni 2009.

Pada KTT BRIC Yekaterinburg 2009, Presiden Rusia Dmitry Medved, Hu Jintao dari Tiongkok, Luiz Inacio Lula da Silva dari Brazil, dan Perdana Menteri India Manmohan Singh hendak membangun tata-ekonomi dunia baru tanpa dominasi dollar.

There is a strong need for a stable, predictable and more diversified international monetary system,” begitu cuplikan pernyataan ke-4 pemimpin itu di kota Yekaterinburg, 88 mil dari Moskwa di Rusia. Tiongkok saat itu berada di nomor tiga ekonomi negara terbesar dunia. (BBC, 16/6/2009)

Tahun 2010, Afrika Selatan (South Africa) bergabung jadi anggota. Nama kelompok itu pun menjadi BRICS.

Kini sekitar 40 persen penduduk dunia hidup di negara BRICS dan mengisi lebih dari 1/4 PDB dunia. Sedangkan kelompok negara industri maju G7 mengisi 30 persen PDB dunia menurut daya-beli.

Total luas area lima negara BRICS mencapai 39.746.220 km2 atau sekitar 26,7 persen dari permukaan planet Bumi dan dihuni 3,2 miliar jiwa penduduk atau 41,5 persen penduduk dunia. Total PDB 5 negara BRICs mencapai 26,6 triliun dollar AS per tahun (IMF, 2022).

Artinya, patokan membaca krisis sosial-ekonomi global bukan lagi hanya AS, tetapi juga BRICS.

Di Tanah Air, pemerintah menyebut tahun 2023 dengan label ‘Tahun Gelap’. “Tahun depan akan gelap. Ini bukan indonesia, ini dunia, hati-hati,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD di Istana Bogor, Jawa Barat, 5 Agustus 2022. Rujukannya ialah kajian PBB, Dana Moneter Internasional (IMF), dan Kepala Negara G7.

Pada 26 Januari 2023, PBB merilis perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini sekitar 1,9 persen akibat krisis energi dan krisis pangan yang dipicu oleh perang di Ukraina, pandemi Covid-19, inflasi tinggi, dan perubahan iklim. IMF (pada Oktober 2022) merilis tren perlambatan angka pertumbuhan ekonomi dunia dari 6 persen tahun 2021, 3,2 persen 2022, dan 2,7 persen tahun 2023.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau