KOMPAS.com - Ramai beredar kabar telah ditemukan varian baru virus corona yang disebut sebagai NeoCov atau Neo Covid.
Hal tersebut terdapat dalam sebuah laporan ilmuwan China yang diunggah pada awal pekan ini dalam sebuah platform jurnal ilmiah.
NeoCov terdeteksi di Afrika Selatan dan ditemukan menginfeksi kelelawar.
Dalam laporan itu disebutkan NeoCov disebut berpotensi menyebabkan infeksi dan kematian yang lebih tinggi dari pada virus corona SARS-CoV-2 yang menjadi pemicu pandemi global Covid-19.
Banyak menganggap NeoCov varian baru dari virus corona, tetapi ternyata faktanya tidak demikian.
Lalu, apa itu NeoCov? Benarkah ini varian terbaru dari virus corona?
Baca juga: Kemenkes: 55 Kasus Subvarian Omicron BA.2 Terdeteksi di Indonesia
Diberitakan 优游国际.com, Sabtu (29/1/2022), NeoCov bukan varian baru dari virus corona, melainkan jenis lain dari virus corona.
Tidak benar NeoCov adalah varian baru SARS-CoV-2, seperti varian Alpha, Beta, Delta, Gamma, dan Omicron.
Ia berasal dari jenis virus corona yang terkait dengan sindrom pernapasan Timur Tengah atau Middle East Respiratory Syndrom (MERS-CoV).
Selama ini, MERS-CoV dikenal sebagai virus yang ditularkan ke manusia dari Unta Arab (Dromedary) yang terinfeksi dan kasusnya sudah ditemukan sejak 2012.
NeoCov merupakan kerabat dekat dari MERS-CoV, akan tetapi penularannya bukan dari unta, melainkan tersebar di antara kelelawar.
Baca juga: Virus NeoCov Diklaim Ilmuwan China Varian Covid Baru, Virus Apa Itu?
Meski ditemukan di antara kelelawar, namun virus NeoCov bersifat zoonosis, alias dapat ditularkan dari hewan ke manusia, baik melalui kontak langsung maupun tidak langsung.
Dalam jurnal yang dibuat para peneliti China dan dipublikasikan secara online di BioRxiv awal pekan ini, inveksi NeoCov dapat menimbulkan masalah tertentu.
Pasalnya, NeoCov disebut tidak dapat dinetralisir oleh antibodi manusia yang ditargetkan untuk SARS-CoV-2 maupun MERS-CoV.
Namun demikian, belum dapat dipastikan seberapa cepat NeoCov menular dan seberapa jauh fatalitas yang bisa ditimbulkan.