KOMPAS.com – Lagu "Bayar, Bayar, Bayar" dari grup band Sukatani kembali menggema, kali ini dalam aksi demonstrasi bertajuk "Indonesia Gelap" yang berlangsung di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat, pada Jumat (21/2/2025).
Lagu yang sempat menjadi perbincangan publik karena liriknya yang mengandung kritik terhadap kepolisian ini dinyanyikan oleh massa aksi yang dipandu dari atas mobil komando.
"Apa yang dirasakan Sukatani adalah bentuk represifitas aparat," seru seorang orator di tengah demonstrasi.
Sebelumnya, lagu "Bayar, Bayar, Bayar" mendadak hilang dari berbagai platform streaming digital setelah menjadi viral. Kejadian ini memicu gelombang dukungan dari warganet, ditandai dengan munculnya tagar #KamiBersamaSukatani dan #1312 di media sosial.
Baca juga:
Situasi semakin memanas ketika dua personel Sukatani, AL dan Ovi, muncul dalam sebuah video permintaan maaf pada Rabu (20/2/2025).
Dalam video tersebut, keduanya tidak hanya memberikan klarifikasi mengenai lirik lagu mereka, tetapi juga melepas topeng sakral yang selalu mereka kenakan saat tampil.
Kehebohan ini justru membuat publik semakin penasaran dengan isi lirik lagu tersebut, dan aksi protes pun bermunculan sebagai bentuk solidaritas terhadap Sukatani.
Sebagai respons atas kontroversi ini, ratusan orang dari kalangan masyarakat sipil menggelar aksi di Taman Ismail Marzuki, menutup ruas Jalan Cikini Raya pada Jumat (21/2/2025).
Organisasi hak asasi manusia, Amnesty International Indonesia, ikut menyoroti kasus ini. Direktur Eksekutif Amnesty, Usman Hamid, menyatakan keprihatinannya atas tindakan yang dianggap sebagai bentuk pembungkaman seni.
"Amnesty menyesalkan kembali adanya peristiwa penarikan karya seni dari ruang publik. Jika sebelumnya terjadi pada lukisan Yos Soeprapto, kali ini terjadi pada karya musik Sukatani," ujar Usman dalam pernyataan tertulis yang diterima 优游国际 TV.
Baca juga: Babak Baru Kasus Band Sukatani, Propam Polri Periksa Anggota Ditressiber Polda Jateng
Usman menegaskan bahwa seni merupakan bentuk ekspresi yang sah dan dilindungi oleh hukum.
"Hak untuk berkesenian adalah hak asasi manusia yang diakui secara universal. Karya seni sangat diperlukan untuk kemajuan kebudayaan dan kecerdasan sebuah bangsa," tegasnya.
Amnesty International Indonesia juga meminta Kapolri untuk mengoreksi dugaan adanya tekanan terhadap Sukatani hingga mereka akhirnya meminta maaf.
"Tanpa adanya tekanan, tidak mungkin kelompok musik Sukatani membuat video permohonan maaf yang ditujukan kepada Kapolri dan jajarannya," kata Usman.
Ia juga mengingatkan bahwa sanggahan terburu-buru dari pihak kepolisian justru bisa menjadi blunder di tengah menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi tersebut.