优游国际

Baca berita tanpa iklan.

Heri Hertanto, Korban Tragedi Trisakti 1998

优游国际.com - 12/05/2023, 15:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Aksi demonstrasi pada 12 Mei 1998 yang dilakukan oleh ribuan mahasiswa berubah menjadi peristiwa penembakan yang menewaskan empat mahasiswa Universitas Trisakti, Jakarta.

Peristiwa itu kemudian dikenang sebagai Tragedi Trisakti, yang menewaskan Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie.

Heri Hertanto merupakan salah satu nama mahasiswa yang gugur setelah terkena tembakan pada bagian punggung hingga menembus dada.

Berikut biografi Heri Hertanto.

Baca juga: 4 Mahasiswa yang Gugur dalam Tragedi Trisakti

Biografi singkat Heri Hertanto

Heri Hertanto lahir di Jakarta, 5 Februari 1977 dari pasangan Sjahrir Mulyo Utomo dan Lasmiati. Ia merupakan sulung dan satu-satunya anak laki-laki dari tiga bersaudara.

Sejak kecil hingga lulus sekolah, Heri hidup di Jakarta. Begitu pula ketika memasuki jenjang perguruan tinggi, ia diterima sebagai mahasiswa Universitas Trisakti angkatan 1995 jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri.

Heri bercita-cita membangun usaha bengkel untuk menampung teman-temannya yang tidak lanjut sekolah.

Namun, niatan itu harus kandas karena Tragedi Trisakti, di mana ia menjadi salah satu korbannya.

Baca juga: Elang Mulia Lesmana, Mahasiswa yang Gugur dalam Tragedi Trisakti

Korban Tragedi Trisakti

Pada awal 1998, perekonomian Indonesia memburuk akibat krisis moneter yang melanda Asia sejak 1997.

Mahasiswa tidak lagi tinggal diam ketika pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif listrik, yang turut diikuti kenaikan harga kebutuhan pokok lainnya.

Pada 12 Mei 1998, ribuan mahasiswa, dosen, dan staf, menggelar aksi damai dari Universitas Trisakti, menuju Gedung DPR/MPR RI.

Mereka ingin adanya reformasi dan Presiden Soeharto yang telah menjabat selama 32 tahun, untuk mundur.

Namun, di tengah jalan, aksi mereka diblokade Polri dan militer. Negosiasi sempat dilakukan, tetapi gagal mencapai kesepakatan.

Ketika hari telah sore, mahasiswa mulai mundur, tetapi aparat justru bergerak maju. Situasi menjadi tidak terkendali setelah aparat bertindak agresif.

Baca juga: Hafidin Royan, Pahlawan Reformasi 1998

Aparat tidak hanya memburu dan memukul massa, tetapi juga melempar gas air mata, serta melepas tembakan hingga ke dalam kampus.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau