Asosiasi pengemudi ojek daring menggelar unjuk rasa di depan Kementerian Ketenagakerjaan mendesak pemerintah menerbitkan regulasi terkait pemberian Tunjangan Hari Raya (THR). Menteri Ketenagakerjaan mengeklaim "sudah ada titik terang" terkait hal ini.
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengatakan aksi yang digelar pada Senin (17/02) ini dilakukan demi mendorong "revolusi pekerja" agar hak-hak mereka terpenuhi.
Mereka menuntut Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan aturan yang mewajibkan pemilik platform memberikan THR kepada pengemudi ojek online, taksi online, dan kurir.
Tuntutan ini, sambung dia, merupakan akumulasi ketidakpuasan pekerja angkutan terhadap aplikator atau perusahaan penyedia jasa angkutan yang dinilai mengabaikan hak-hak buruh yang telah bekerja bertahun-tahun.
Baca juga:
"10 tahun belum pernah ada yang memberikan THR untuk mereka, sedangkan mereka bekerja setiap hari menghasilkan ratusan juta," ujarnya pada Senin (17/02).
Selain berdemo, Lily mengatakan pihaknya mengimbau para pengemudi ojek online mematikan aplikasi massal secara serentak di berbagai kota sebagai bentuk protes.
Lily menyebut fleksibilitas dalam kemitraan adalah dalih platform menghindar kewajiban membayar THR dan hak-hak pekerja kepada pengemudi ojol, taksi online, dan kurir.
Banyak perusahaan yang berlomba memasang tarif murah yang berdampak pada kesejahteraan sopir ojol, menurut Lily.
Dia menyebut insentif dari perusahaan platform selama ini tidak memberikan kesejahteraan bagi pekerja platform.
Selama ini, pekerja platform terpaksa bekerja terus-menerus tanpa istirahat melebihi ketentuan jam kerja 8 jam.
Sepanjang unjuk rasa, para pengemudi menyampaikan aspirasinya terkait pemberian THR hingga berbagai persoalan lainnya.
Baca juga:
Sekitar pukul 11.07 WIB, Wakil Menteri Immanuel Ebenezer Gerungan keluar dari kantornya menemui para driver dan langsung naik ke salah satu mobil komando.
Pria yang akrab disapa Noel itu menjelaskan, semula jumlah massa yang akan melakukan aksi unjuk rasa berjumlah ribuan pengemudi online, namun pihaknya sudah bernegosiasi dengan para driver agar jumlah ini dikurangi.
"Kemarin kita negosiasi dengan kawan-kawan, para ketuanya, yang tadinya puluhan ribu [ikut demo], kita bernegosiasi untuk tidak terlalu banyak agar kawan-kawan bisa melakukan aktivitas sosialnya dengan mengojek," kata Noel dalam orasinya di atas mobil komando
Noel menyebut tuntutan para pengemudi taksi dan ojol terkait pemberian hak tunjangan hari raya (THR) keagamaan merupakan hal yang wajar dan rasional.
"Tuntutan teman-teman ojol, menurut kami, ini adalah hal yang wajar, logis, dan rasional," katanya, seperti dikutip dari kantor berita Antara.
Perempuan berusia 52 tahun ini meminta agar cukup nama depannya saja disebutkan. Dia berharap tuntutan THR para pengemudi ojol dapat dipenuhi.
Apalagi mengingat harga-harga kebutuhan pokok yang meningkat menjelang bulan Ramadan.
Diana mengakui mendapat "nyinyiran" dari banyak pengemudi ojek daring yang memilih tidak ikut demonstrasi karena "merasa THR itu hanya untuk karyawan, bukan mitra".
Selain "nyinyiran" tersebut, Diana mengaku merasa dipandang sebelah mata oleh penyedia aplikasi.
"Karena kita bukan karyawan, kita disepelekan," ujar ibu dua anak itu kepada BBC News Indonesia di sela-sela unjuk rasa pada Senin (17/02).
Baca juga:
"Padahal kalau capek, lebih capek kita ke mana-mana. Belum kehujanan, kepanasan, atau omongan tidak mengenakkan dari customer."
Selain persoalan THR, Diana juga mendesak penghapusan tarif hemat yang ditetapkan aplikator. Menurut dia, tarif murah ini pada akhirnya terlalu membebani pengemudi ojol.
Pada tahun 2023, Diana memilih opsi zona tarif hemat yang kebetulan tersedia di daerah tempat tinggalnya. Keputusan ini diambilnya karena usianya yang sudah tidak muda lagi untuk tarif reguler.
Akan tetapi, perubahan radius dari tarif hemat ini membuatnya justru merasa keteteran.