KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan tidak rela jika elpiji 3 kilogram (kg) dijual dengan harga yang melebihi ketentuan.
Dalam rangka menata harga elpiji bersubsidi, Menteri Bahlil melakukan kunjungan ke sejumlah daerah, termasuk Kota Pekanbaru, Riau, pada Rabu (5/2/2025).
Bahlil mengunjungi pangkalan elpiji milik Yusmaniar di Jalan Tengku Bey, Kecamatan Bukit Raya, untuk memastikan harga yang diterapkan bagi masyarakat.
"Saya lihat di pangkalan ini, harga elpiji Rp 18.000, dan itu rakyat beli. Inilah yang diinginkan pemerintah. Harga untuk masyarakat harus di bawah Rp 20.000," ujar Bahlil saat diwawancarai wartawan.
Baca juga: Ketika Warga Protes ke Bahlil Lahadalia soal Elpiji 3 Kg: Anak Kami Lapar, Pak!
Namun, saat melakukan sidak di Pekanbaru, Bahlil menemukan adanya perbedaan harga di tingkat pengecer.
Saat meninjau sebuah warung, Bahlil mendapati elpiji 3 kilogram dijual dengan harga Rp 22.000 per tabung.
Pengecer mengaku memperoleh gas dari pangkalan dengan harga Rp 20.000 per tabung.
Menanggapi hal tersebut, Bahlil menegaskan bahwa praktik seperti ini bertentangan dengan aturan dan akan segera ditertibkan.
"Ada pengecer yang menjual Rp 22.000, mendapat gas dari pangkalan lain. Ini yang tidak boleh terjadi. Kita akan melakukan penataan terhadap pangkalan yang bermain seperti ini," tegasnya.
Bahlil menjelaskan bahwa harga yang seharusnya diterapkan dalam rantai distribusi telah ditetapkan.
Agen memperoleh gas dari Pertamina Patraniaga dengan harga Rp 12.750, lalu menjual ke pangkalan dengan harga Rp 15.000.
Pangkalan kemudian menjual kepada masyarakat dengan harga Rp 18.000 per tabung.
"Rantai distribusi ini harus sesuai. Dari agen ke pangkalan, dan dari pangkalan ke masyarakat. Tidak boleh ada permainan harga di tengahnya, apalagi yang merugikan rakyat," tutur Bahlil.
"Saya tidak rela masyarakat harus beli Rp 22.000," kata Bahlil Lahadalia menegaskan.
Sebagai langkah konkret, Bahlil menyatakan akan melakukan penataan ulang harga jual elpiji 3 kilogram serta membentuk badan khusus guna melakukan penertiban.