BANDUNG, KOMPAS.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat menyampaikan sejumlah persoalan kepada Gubernur Jabar Dedi Mulyadi.
Mulai dari persoalan pengupahan yang dianggap tidak konsisten, iklim usaha, hingga harapan adanya sistem rekrutmen tenaga kerja yang lebih adil bagi warga lokal.
Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu, mengapresiasi langkah cepat Gubernur Dedi Mulyadi dalam menjaga iklim usaha yang kondusif.
“Keberadaan Satgas "Jabar Manunggal" sebagai langkah strategis untuk memberantas premanisme, pungutan liar dalam rekrutmen, dan praktik ilegal yang menghambat investasi,” tutur Ning, Kamis (17/4/2025).
Ning kemudian menyuarakan sejumlah persoalan yang tengah dihadapi dunia usaha di Jabar.
Soroti Polemik Upah dan Revisi SK
Salah satu isu utama yang disoroti Apindo adalah ketidakpastian dalam kebijakan pengupahan, terutama penetapan Upah Minimum Sektoral (UMS) Jawa Barat 2025 yang dinilai tak konsisten.
"SK yang sudah terbit justru direvisi karena tekanan di lapangan. Ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pengusaha dan menurunkan kepercayaan investor," ujar Ning.
Ia berharap pemerintah hadir sebagai penengah yang objektif dalam polemik tahunan ini. Menurutnya, Dewan Pengupahan tak lagi menjalankan fungsi deliberatif karena keputusan upah kerap ditetapkan di luar forum resmi.
Pajak dan Kendaraan Luar Jabar
Selain isu upah, Ning menanggapi permintaan Gubernur Jabar agar perusahaan memindahkan NPWP dan pusat administrasi ke wilayah Jabar, guna memastikan pajak dibayarkan di daerah tempat industri beroperasi.
"Kami menyambut baik permintaan ini. Jika pajak dibayarkan di Jabar, dampaknya bisa langsung dirasakan oleh masyarakat. Namun, pelaksanaannya tidak sederhana karena daerah asal kerap enggan melepas sumber pajaknya," kata Ning.
Gubernur Dedi Mulyadi juga meminta agar kendaraan operasional perusahaan—termasuk bus karyawan dan mobil dinas—menggunakan pelat Jabar.
Mengenai hal itu, Apindo merespons positif dan akan mendorong perusahaan anggota menyesuaikan secara bertahap.
Hubungan Industrial dan Rekrutmen Buruh
Dalam audiensi, Dedi menyoroti bahwa banyak buruh yang melakukan demo justru berasal dari luar daerah. Ia menilai akar persoalannya ada di pola rekrutmen HRD perusahaan.
“Perusahaan jangan membuka lowongan tanpa koordinasi. Gunakan sistem dari Pemprov, agar warga lokal diutamakan. Kalau tidak tersedia, baru cari dari luar,” kata Dedi.
Menanggapi itu, Ning menyampaikan dukungan penuh. Ia mengusulkan agar proses rekrutmen dilakukan melalui Apindo kabupaten/kota yang akan memetakan kebutuhan tenaga kerja lalu disampaikan ke Dinas Tenaga Kerja Provinsi.
“Prosesnya gratis, termasuk pelatihan dari Pemprov. Ini solusi tepat untuk mencetak ‘ready to use worker’ dari Jabar sendiri,” ujar Ning.
Keluhkan Seretnya Order
Apindo juga menyinggung konflik hubungan industrial di Cirebon dan Sukabumi yang membuat perusahaan menutup operasi dan berdampak pada ribuan pekerja.
"Customer luar negeri sampai membatalkan order karena terganggu demo. Ini sangat merugikan dan menciptakan efek domino sosial-ekonomi," katanya.
Dedi Mulyadi tak lupa mengingatkan pentingnya tanggung jawab industri terhadap lingkungan. Ia menegaskan pelaku usaha jangan "berdosa terhadap alam" dengan membuang limbah ke sungai.
“Kerusakan alam akan kembali merugikan dunia usaha juga,” tegasnya.
Ning tak menampik bahwa masih ada pengusaha yang melanggar. Namun, menurutnya, banyak perusahaan besar yang sudah menerapkan prinsip reduce, reuse, recycle karena tuntutan dari brand internasional.
“Kalau ada sampah dengan logo brand berserakan, bisa kena teguran. Jadi sebenarnya tidak semua pabrik nakal, meskipun ada yang perlu dibina,” katanya.
/jawa-barat/read/2025/04/17/214129788/curhat-apindo-jabar-ke-dedi-mulyadi-dari-upah-hingga-iklim-usaha