KOMPAS.com – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi mendadak menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat lewat unggahan di media sosialnya pada Minggu (13/4/2025).
Dalam caption bertuliskan "Maafkan kalau saya selalu bikin kegaduhan", Dedi mencurahkan isi hatinya terkait respons publik terhadap kebijakan-kebijakannya selama ini.
Melalui unggahan itu, Dedi mengakui bahwa sejumlah langkah dan keputusan yang ia ambil sebagai Gubernur Jabar tak jarang menimbulkan kontroversi. Ia sadar tak semua kebijakannya disukai.
“Untuk seluruh masyarakat Jawa Barat saya menyampaikan permohonan maaf apabila saya setiap hari membuat kegaduhan dengan berbagai langkah dan kebijakan, dan tentunya banyak yang tidak menyukainya,” ujar Dedi Mulyadi, dikutip dari akun Instagram-nya, Senin (14/4/2025).
Pria yang akrab disapa KDM ini menyebut bahwa berbagai kritik terhadap dirinya disampaikan secara terbuka, termasuk dalam forum debat di televisi.
Meski demikian, ia mengaku tak keberatan dan bahkan menghargai kritik tersebut.
“Banyak yang mereka secara terbuka melakukan otokritik, dan saya menerima otokritik itu dengan baik, karena sahabat yang baik adalah sahabat yang mengingatkan,” ucapnya.
Menurut Dedi, kritik itu muncul lantaran sikapnya yang dinilai terlalu cepat dalam bertindak, hingga menimbulkan pertanyaan soal prosedur dan aturan. Namun, di sisi lain, ia merasa banyak warga yang justru puas dengan pendekatan tegasnya.
“Tetapi juga banyak publik yang punya harapan terpuaskan,” tuturnya.
“Saya jadi pemimpin hidup di antara dua, yang suka dan tidak suka, yang menyetujui dan yang tidak menyetujui.”
“Dan keduanya adalah warga saya, warga Jawa Barat, meskipun sekarang yang berkomentar bukan rakyat Jawa Barat saja,” tambahnya.
Salah satu kritik datang dari pengacara kasus Vina, Toni RM, dalam sebuah acara debat di televisi. Ia menilai gaya kepemimpinan Dedi yang tegas terkesan terburu-buru dan belum tentu sesuai prosedur.
Selain itu, kritik juga dilontarkan oleh Ketua GRIB Jaya Jawa Barat, Gabryel Alexander Etwiorry.
Ia memprotes rencana Dedi Mulyadi yang ingin membentuk Satgas Antipremanisme sebagai respons terhadap maraknya aksi premanisme dan intimidasi oleh sejumlah ormas atau LSM, termasuk pungli dan permintaan THR yang kerap viral.
Melalui kanal YouTube Titik Temu Podcast, Gabryel menantang Dedi untuk berdiskusi terbuka soal kebijakan tersebut.
“Saya sampaikan di sini, saya tantang terbuka untuk diskusi aktif. Ayo, kita ngobrol jadi jangan supaya masyarakat itu menstigma ormas seakan-akan (buruk), kenapa? Statement Bapak (Dedi) itu bagi kami menyesatkan, Pak,” ujar Gabryel dalam podcast yang tayang Sabtu (12/4/2025).
Tak hanya tantangan, Gabryel juga mengundang Dedi datang langsung ke kantornya untuk berdialog. Ia menyatakan ingin memahami lebih jauh definisi premanisme yang dimaksud Dedi.
“Saya ingin belajar dari Bapak, saya ingin tahu pemahaman preman itu yang kayak gimana. Saya sampai hari ini belum paham, Pak, preman itu kayak gimana,” ujarnya.
Lebih lanjut, Gabryel memberi saran agar pemberantasan premanisme tak hanya menyasar ormas, tapi juga merambah birokrasi pemerintahan.
“Kami pun kalau memang gubernur membentuk satgas premanisme, hari ini tolong bersih-bersih itu jangan keluar dulu, ke dalam dulu,” kata Gabryel.
Menurutnya, praktik premanisme juga bisa ditemukan di lingkungan birokrasi. Ia menegaskan bahwa pihaknya juga akan membentuk satgas serupa untuk menindak tegas oknum aparat yang bertindak semena-mena.
“Karena kami di GRIB juga akan membentuk satgas untuk memberantas premanisme di birokrasi. Jadi birokrat ini semuanya benar. Bupati, gubernur enggak semuanya bener, jadi jangan seakan-akan selama ini oknum preman itu adanya cuma di ormas,” pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dedi Mulyadi Tiba-tiba Minta Maaf: Untuk Masyarakat Jabar, Maaf Jika Saya Setiap Hari Buat Kegaduhan
/jawa-barat/read/2025/04/15/082037188/kebijakannya-sering-menuai-kritik-dedi-mulyadi-maaf-jika-saya-setiap