WINA, KOMPAS.com - Konser musik di Eropa acap menjadi sasaran serangan teror, seperti yang dialami musisi Amerika Serikat Taylor Swift di Wina, Austria, baru-baru ini.
Meski demi keamanan, pembatalan konser musik Taylor Swift di Wina, Austria, menyisakan kekecewaan di kalangan penggemar.
Namun ancaman keamanan terhadap konser atau pagelaran budaya di Eropa bukan hal baru.
Baca juga: Jadwal Konser Taylor Swift di London Tetap Berjalan, Tak Terpengaruh Situasi Wina
Adalah Islamic State atau ISIS yang belakangan ikut mempopulerkan serangan teror terhadap acara budaya, yang merupakan target empuk untuk serangan teror dengan banyak korban jiwa.
Berikut insiden terorisme yang menargetkan pagelaran budaya di Eropa dalam beberapa tahun terakhir:
Terungkapnya rencana serangan teror memaksa penyelenggara membatalkan konser Swift pada tanggal 8, 9, dan 10 Agustus di Stadion Ernst Happel. Repotnya, kebanyakan 65.000 penonton konser sudah tiba di kota Wina, menurut kepolisian.
Tak lama setelah ditangkap, tersangka utama berusia 19 tahun itu mengaku berniat membunuh "sejumlah besar orang" dengan meledakkan diri.
Sejumlah cairan kimia dan peralatan teknis juga disita dari simpatisan kelompok teror Islamic State, ISIS, tersebut.
Polisi juga menahan seorang remaja berusia 17 tahun terkait kasus yang sama. Penangkapan kedua tersangka diakui berhasil mengeliminasi ancaman serangan bom. Namun kepolisian Austria telah memperingatkan adanya peningkatan risiko terorisme sejak beberapa bulan lalu.
Lebih dari 140 orang tewas dalam serangan di Balai Konser Crocus di pinggiran Moskwa, Rusia, pada bulan Maret silam.
Empat pria bersenjata melepaskan tembakan ke arah pengunjung dan kemudian membakar kompleks bangunan tersebut.
ISIS, yang berperang melawan Rusia di Suriah dan juga aktif di wilayah Kaukasus, mengklaim telah mendalangi serangan tersebut. Namun, deklarasi ISIS tidak menghentikan pemerintah Rusia untuk menunjuk Ukraina sebagai dalang serangan.
Ironisnya, serangan itu dimulai sesaat sebelum band rock Piknik menyanyikan lagu hit mereka "Nothing to Fear," atau tidak ada yang perlu ditakutkan.
Sekitar 86.000 penggemar rock harus meninggalkan lokasi festival pada 2 Juni 2017 karena polisi menerima informasi tentang kemungkinan ancaman teror.
Setelah penelusuran intensif di lokasi yang disusul penyelidikan, polisi tidak menemukan bukti konkret adanya rencana serangan. Jalannya festival akhirnya dilanjutkan keesokan harinya.