NAIROBI, KOMPAS.com - Otoritas Pengawas Kepolisian Independen (IPOA) Kenya mengatakan, sedang menyelidiki apakah ada keterlibatan polisi dalam temuan mayat-mayat termutilasi yang dibuang di tempat pembuangan sampah di Ibu Kota Nairobi.
IPOA juga sedang menyelidiki klaim penculikan dan penangkapan tidak sah terhadap para demonstran yang hilang setelah protes anti-pemerintah yang meluas.
Polisi Kenya awalnya mengumumkan temuan enam mayat perempuan yang dimutilasi dengan kondisi diikat dalam kantong plastik pada Jumat (12/7/2023).
Baca juga:
Mayat-mayat itu ditemukan di tempat pembuangan sampah di sebuah tambang yang terbengkalai di Mukuru, di sebelah selatan ibu kota Nairobi.
Setelahnya, dalam sebuah pernyataan, IPOA mengatakan sedikitnya sembilan mayat telah ditemukan dengan tujuh di antaranya adalah perempuan.
IPOA telah menyerukan agar dilakukan penyelidikan cepat untuk mengidentifikasi mereka.
"Mayat-mayat yang dibungkus dalam tas dan diikat dengan tali nilon, memiliki tanda-tanda penyiksaan dan mutilasi," kata IPOA, sebagaimana dilansir AFP.
IPOA menyinggung tempat pembuangan mayat tersebut berjarak kurang dari 100 meter dari kantor polisi.
Polisi Kenya berada di bawah pengawasan yang tajam setelah puluhan orang tewas dalam demonstrasi bulan lalu.
Kelompok hak asasi manusia (HAM) telah menuduh para petugas menggunakan kekuatan yang berlebihan.
Kepala polisi nasional Kenya, Japhet Koome, yang menjadi sasaran kemarahan publik atas kematian para demonstran, telah mengundurkan diri setelah kurang dari dua tahun menjabat.
Pengunduran diri Koome diumumkan oleh kantor Kepresidenan Kenya pada Jumat.
Baca juga: 13 Orang Tewas dalam Demo di Kenya, Militer Dituduh Pakai Peluru Tajam
Dia adalah kepala instansi terbaru yang mengundurkan diri ketika Presiden William Ruto berjuang untuk mengatasi krisis terburuk dalam pemerintahannya, yang dipicu oleh usulan kenaikan pajak yang sangat tidak populer.
Kerumunan orang yang berkumpul pada hari Jumat di lokasi di mana mayat-mayat tersebut ditemukan meneriakkan "Ruto harus pergi", slogan dari gelombang protes yang dipimpin oleh anak-anak muda Gen-Z Kenya.
Polisi Kenya ditakuti dan sering dituduh melakukan pembunuhan di luar hukum namun jarang dihukum.