Seperti Jerman pada saat itu, Austria diduduki oleh kekuatan Sekutu (Inggris, Amerika Serikat, Uni Soviet, dan Perancis).
"Netralitas adalah satu-satunya cara Austria untuk membuat pasukan pendudukan pergi," jelas Gartner.
“Saat itu bahkan ada ancaman bahwa Austria akan dipartisi seperti Jerman. Ancaman itu dihindari ketika Sekutu – terutama AS dan Uni Soviet – menyetujui Austria menjadi netral sebagai gantinya.”
Baca juga: POPULER GLOBAL: Ukraina Bersedia Jadi Negara Netral | Kronologi Kasus Pembunuhan Narumi Kurosaki
Meskipun Uni Soviet mendukung netralitas, tidak pernah ada keraguan bahwa Austria menunjukkan ketertarikan yang jelas terhadap budaya Barat. Ini terlihat dari sistem ekonomi pasarnya, dan nilai-nilai demokrasinya.
Sikap itu juga tampak jelas ketika Austria menjadi anggota pendiri Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) pada 1961.
Pada 1960-an, ibu kota Austria, Wina, menjadi pusat beberapa organisasi internasional penting. Ini termasuk menjadi rumah bagi salah satu blok tatanan Perang Dingin dan Badan Energi Atom Internasional, Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan banyak organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Bruno Kreisky, yang menjabat sebagai kanselir Austria dari 1970 hingga 1983, melihat pendekatan itu sebagai alternatif kebijakan keamanan yang lebih baik daripada mempersenjatai negara.
Ilmuwan politik Gartner mengatakan dia tidak melihat kontradiksi dari kebijakan itu: "Ini bukan tentang sikap netral tetapi tentang netralitas militer."
Baca juga: Polandia Janji Bantu Swedia dan Finlandia jika Diserang Sebelum Jadi Anggota NATO
Perjanjian Negara Austria melarang tiga hal: keterlibatan militer dalam konflik asing, penempatan permanen pasukan asing di Austria, dan keanggotaan dalam aliansi militer.
Hal itu menyebabkan Uni Soviet dan Inggris lama menentang keanggotaan Austria dalam Komunitas Eropa, pendahulu Uni Eropa. Alasan yang dikutip untuk oposisi itu adalah bahwa bagian dalam Perjanjian Negara yang melarang "persatuan dengan Jerman" - bahkan pada sektor ekonomi.
Akhirnya, Austria mengajukan permohonan keanggotaannya sesaat sebelum runtuhnya Tembok Berlin dan diterima di UE pada 1995.
Baik di Swedia maupun Finlandia, netralitas adalah hasil dari doktrin kebijakan luar negeri bertahun-tahun yang lalu yang dipaksakan sendiri. Namun, di Austria dan Swiss, netralitas itu mengikat dalam perjanjian internasional.
Sama seperti di Austria, netralitas Swiss didasarkan pada kompromi dengan kekuatan besar: Pada Kongres Wina 1814-1815, Perancis, Austria, dan Prusia semua setuju untuk kehilangan kepentingan mereka di wilayah itu demi konfederasi yang netral.
Baca juga: Kenapa Finlandia dan Swedia Tetap Daftar NATO dan Abaikan Peringatan Putin, Apa Dampaknya?
Namun, ada perbedaan mencolok antara negara bagian Alpen yang bertetangga: Swiss, misalnya, tidak pernah menjadi kekuatan besar. Sampai menjadi sebuah negara pada 1848, Swiss merupakan gabungan negara-negara berdaulat kecil yang relatif fleksibel.
"Swiss mempertahankan netralitas yang lebih pasif daripada Austria," kata Gartner.
Kepasifan Swis misalnya, terlihat dari kebijakannya secara tradisional menghindari penandatanganan sanksi ekonomi dan juga bukan anggota Uni Eropa, sehingga tidak berpartisipasi dalam kebijakan luar negeri atau keamanan Uni Eropa.
Austria jauh lebih aktif dalam hal mediasi dalam konflik internasional dan memberikan kontribusi kontingensi tentara yang jauh lebih besar untuk misi penjaga perdamaian PBB daripada Swiss.
Jika melihat opini publik dan politik sejauh ini, benar-benar tidak ada pertanyaan tentang Austria yang mengabaikan netralitasnya.
"Akan jauh lebih menarik," kata ilmuwan politik Heinz Gärtner, "untuk melihat perdebatan tentang bagaimana Austria akan menafsirkan netralitas itu di masa depan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.