KOMPAS.com - Sepuluh hari berlalu sejak gempa berkekuatan M 7,7 mengguncang Myanmar pada Jumat (28/3/2025).
Hingga kini, jumlah korban gempa Myanmar mencapai 3.471 orang, 4.671 warga terluka, dan 214 lainnya masih hilang, diberitakan Al Jazeera, Sabtu (6/4/2025).
Kondisi itu diperparah dengan sulitnya upaya evakuasi. Sebab, Kota Mandalay yang terdampak paling parah dilanda cuaca ekstrem berupa hujan deras, angin kencang, dan suhu tinggi.
Selain itu, cuaca ekstrem berisiko menyebabkan wabah penyakit kolera bagi para korban yang masih mengungsi di tempat terbuka.
Lantas, mengapa gempa Myanmar sangat mematikan?
Baca juga: Gempa Myanmar Picu Kerusakan di Thailand, BMKG Pastikan Tak Berpengaruh di Indonesia
Gempa Myanmar tak hanya mematikan, tetapi juga merusak infrastruktur penting negara, termasuk jembatan, jalan raya, bandara den rel kereta api.
Badan Geologi AS memproyeksikan, jumlah korban tewas akibat bencana ini dapat melampaui 10.000 orang.
Berikut beberapa alasan gempa Myanmar sangat mematikan.
Profesor emeritus dari University College London (UCL) Bill McGuire mengungkapkan, gempa Mynanmar memiliki guncangan terkuat yang melanda daratan negara itu.
"Mungkin gempa terbesar di daratan Myanmar dalam tiga perempat abad," ujarnya, dikutip dari France24 (29/3/2025).
Gempa berkekuatan M 7,7 itu melanda dekat wilayah Mandalay akibat pergesera lempeng Sesar Sagaing di sepanjang batas lempeng India dan Eurasia.
Analisis menunjukkan, terjadi patahan lateral kanan yang mengarah ke utara atau patahan lateral kiri yang mengarah ke barat.
Gempa bumi dengan kekuatan sebesar ini terjadi di atas area patahan yang luas berukuran panjang sekitar 200 km dan lebar 20 km.
Pakar tektonik Imperial College London (ICL), Rebecca Bell mencatat, Sesar Sagaing yang bergeser membentang sejauh 1.200 km.
Hal itu memungkinkan gempa Myanmar terjadi di area yang luas. Semakin besar area patahan, semakin kuat gempa bumi yang ditimbulkan.
Baca juga: BMKG Ungkap Penyebab Gempa Thailand-Myanmar M 7,7, Terbesar sejak 2012