KOMPAS.com - Penyegelan perusahaan imbas banjir yang menerjang wilayah Jabodetabek pada awal Maret 2025 masih berlanjut.
Terbaru, pemerintah melalui Kementerian Kehutanan serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kembali menyegel empat bangunan di kawasan Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Minggu (9/3/2025).
Empat bangunan itu di Vila Forest Hill, Vila Pinus, Vila Cemara, dan Vila Sipor Afrika.
Seluruh bangunan itu disegel lantaran terindikasi melanggar tata ruang dan melakukan alih fungsi lahan di luar peruntukan aslinya.
Diberitakan Minggu, Kementerian Kehutanan menyampaikan, perubahan tutupan lahan menjadi salah satu faktor signifikan penyebab terjadinya banjir di dataran tinggi Puncak dan kawasan hilir, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup bersama dengan pemerintah daerah telah menyegel empat obyek wisata pada Kamis (6/3/2025).
Lantas, mana saja perusahaan yang disegel lantaran terindikasi melanggar aturan lingkungan?
Baca juga: Mengintip Cara Jepang Atasi Banjir Menahun di Tokyo dengan Bangun Katedral Bawah Tanah
Dihimpun dari ÓÅÓιú¼Ê.id dan , Jumat (7/3/2025), setidaknya ada delapan perusahaan yang disegel hingga hari ini.
Kedelapan perusahaan itu terindikasi melanggar tata ruang hingga persetujuan lingkungan.
Adapun delapan perusahaan tersebut terdiri dari tempat penginapan, pabrik industri, dan obyek wisata. Berikut daftarnya:
Baca juga: 16 Wilayah yang Berpotensi Banjir Rob hingga 4 April 2025, Mana Saja?
Menurut Ketua Tim Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Kementerian ATR/BPN Muhammad Amin Cakrawijaya, penyegelan empat vila dilakukan berdasarkan temuan lama dan baru.
Dalam temuan tersebut, terkuak bahwa empat vila tersebut dibangun di kawasan hutan produksi.
”Sebagian temuan sudah dilaporkan. Beberapa lainnya tambahan dari Kementerian Kehutanan sehingga disegel untuk pemeriksaan,” kata Amin, dikutip dari ÓÅÓιú¼Ê.id.
Dengan kata lain, pembangunan Vila Forest Hill, Vila Pinus, Vila Cemara, dan Vila Sipor Afrika telah melanggar aturan Pasal 50 Ayat (3) "Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
"Setiap orang dilarang menggunakan kawasan hutan secara tidak sah, merambah kawasan hutan, melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa izin dari pejabat yang berwenang, membakar hutan, menebang pohon atau memanen hasil hutan di dalam hutan dengan melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku, menerima, membeli atau menjual, menerima tukar, menerima titipan, menyimpan, atau memiliki hasil hutan yang tidak dilengkapi dengan dokumen yang sah," bunyi aturan tersebut.