KOMPAS.com - Pelarian tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP, Paulus Tannos resmi berakhir.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menangkap Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra tersebut di Singapura.
Penangkapan Paulus Tannos berjarak tiga tahun sejak ia masuk daftar pencarian orang (DPO) alias buronan KPK sejak 19 Oktober 2021.
Baca juga: Profil Paulus Tannos, Buron Kasus E-KTP yang Ditangkap KPK
Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto mengatakan, pihaknya sedang berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk memulangkan atau mengekstradisi Paulus ke Indonesia.
Lembaga anti-rasuah berharap, pemulangan Paulus ke Indonesia bisa mempercepat proses hukumnya.
“KPK saat ini telah berkoordinasi dengan Polri, Kejagung dan Kementerian Hukum, sekaligus melengkapi persyaratan yang diperlukan guna dapat mengekstradisi yang bersangkutan ke Indonesia untuk secepatnya dibawa ke persidangan,” ujar Fitroh dikutip dari Antara, Jumat (24/1/2025).
Baca juga: KPK Tangkap Buron Korupsi E-KTP Paulus Tannos, Apa Perannya di Kasus Ini?
KPK menetapkan Paulus sebagai tersangka karena ia diduga melakukan kongkalikong sebelum proyek e-KTP dilelang.
Eks Ketua DPR sekaligus politikus Golkar, Setya Novanto menjadi salah satu pihak yang mendapat “cipratan” fee dari pengadaan e-KTP.
Dalam kasus tersebut, PT Sandipala Arthaputra yang dipimpin Paulus memiliki tugas untuk membuat dan mendistribusikan blangko e-KTP.
Baca juga: KPK Periksa Ahok dalam Kasus Korupsi LNG, Apa yang Perlu Diketahui?
Setelah kasus korupsi e-KTP bergulir 2010-2012, Paulus melarikan diri ke luar negeri.
Hal tersebut membuat lembaga anti-rasuah sulit untuk menangkapnya selama bertahun-tahun.
Tersangka juga melakukan beberapa cara untuk menghindari kejaran KPK.
Baca juga: Profil Djan Faridz, Rumahnya Digeledah KPK Terkait Kasus Harun Masiku
Berikut rangkuman perjalanan KPK ketika berusaha menangkap Paulus:
Pada 2023, Alex Marwata yang masih menjabat sebagai Wakil Ketua KPK mengatakan, penyidik sempat mendeteksi Paulus di salah satu negara di Asia Tenggara.
Sayangnya, Paulus tidak bisa ditangkap dan dibawa pulang ke Indonesia karena belum ada perjanjian ekstradisi.