KOMPAS.com - Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Daryono pada Minggu (11/8/2024) memberikan keterangan tentang kekhawatiran para ilmuwan Indonesia terhadap seismic gap Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut.
Dalam keterangan resminya, Daryono menyebut bahwa kedua megathrust tersebut dapat memicu gempa besar. Bahkan, megathrust Mentawai-Siberut disebut berpotensi mengguncang wilayah Sumatera dengan kekuatan M 8,9.
Baca juga: BMKG Sebut Gempa Megathrust Indonesia Tinggal Menunggu Waktu, Bisa Capai M 8,9
"Rilis gempa di kedua segmen m"egathrust ini boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," ujar Daryono dalam keterangan resminya, Minggu (11/8/2024).
Zona megathrust Mentawai-Siberut adalah salah satu zona tumbukan lempeng yang terletak di sepanjang batas barat Pulau Sumatera, tepatnya barat Kepulauan Mentawai dengan kedalaman dangkal.
Zona megathrust Mentawai-Siberut ini merupakan hasil dari aktivitas subduksi atau pergerakan Lempeng Indo-Australia ke arah utara dan menyusup di bawah Lempeng Eurasia.
Proses tumbukan ini bukanlah hal baru, melainkan sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat rangkaian pulau-pulau indah di Indonesia terbentuk.
Pergerakan ini dapat memicu aktivitas kegempaan pada segmen megathrust atau patahan raksasa Mentawai-Siberut yang perlu diwaspadai.
Bahkan rentetan gempa kecil dikhawatirkan juga dapat menggerakkan gempa bumi besar di segmen megathrust Mentawai-Siberut yang sudah terkunci selama ratusan tahun.
Baca juga: Guncang Selatan Jawa, Apa Itu Gempa Megathrust?
Daryono sempat menyebut bahwa zona megathrust Mentawai-Siberut sudah rausan tahun belum terjadi gempa besar.
Menurut catatan sejarah gempa di Sumatera, menunjukkan bahwa zona megathrust di kawasan ini mengalami kekosongan gempa besar sejak tahun 1700-an.
Catatan sejarah gempa di zona megathrust Mentawai pertama terekam pada tahun 1797, yang mengguncang dengan kekuatan besar sekitar M 8,6—8,7 dan diikuti kejadian tsunami.
Selanjutnya, pada 4 Februari 1971 gempa M 6,3 terjadi dan menyebabkan sejumlah bangunan rusak.
Guncangan gempa kembali dirasakan warga sekitar pada 8 Maret 1977 dengan kekuatan M 5,5. Akibatnya, 982 rumah serta sejumlah fasilitas umum rusak.
Pada 28 April 1979 Kembali terjadi gempa dengan kekuatan M 5,8 yang membuat sebanyak 64 orang meninggal, sembilan orang hilang, dan 193 rumah rusak.
Bertahun-tahun kemudian, gempa kembali tercatat pada 16 Februari 2004 dengan kekuatan M 5,6. Gempa ini yang membuat lima orang meninggal, tujuh orang luka-luka, dan 100 rumah rusak.