优游国际

Baca berita tanpa iklan.

Kartini dan Sekolah Kartini, Impian Wanita Pribumi dan Utang Rasa Pemerintah Belanda

优游国际.com - 21/04/2021, 08:30 WIB
Inten Esti Pratiwi

Penulis

KOMPAS.com - Pola pikir RA Kartini tak seperti anak gadis pada zamannya. Mungkin karena Kartini sempat mengenyam pendidikan di Europese Lagere Scholl (ELS) meski hanya sampai usia 12 tahun.

Setelah itu, fase hidup Kartini tak jauh berbeda dari anak-anak wanita seusianya, yaitu menjalani pingitan ketat, berada di dalam rumah. 

Namun, meski tubuhnya tersekat dinding dan pintu kayu, ruang geraknya terkotak di sebuah bangunan bernama rumah, otak Kartini melanglang buana hingga ke Eropa. 

Pikirannya berjalan-jalan menyeberangi benua. Belajar tentang kehidupan bangsa Eropa, tentang pendidikan yang bisa dicicipi wanita-wanita muda seusianya, tentang kesempatan-kesempatan untuk setara yang ia sendiri belum bisa mendapatkannya.

Lewat pengetahuan berbahasa Belanda yang ia dapatkan ketika bersekolah di ELS, Kartini menjalin banyak tautan korespondensi dengan teman-teman wanitanya yang bermukim di Belanda. Salah satunya adalah Rosa Abendanon dan Estelle Zeehandelaar.

Baca juga: 21 April, Selamat Ulang Tahun, Ibu Kartini...

Keluhan-keluhan Kartini

Surat-surat Kartini kepada sahabatnya lebih banyak berisi keluhan. Tentang mengapa wanita pribumi harus menjalani pingitan dan tak bisa setara dalam hal menempuh ilmu seperti anak laki-laki, atau tentang mengapa harus ada poligami yang menempatkan wanita dalam ketidakadilan.

Keresahan Kartini makin membuncah tatkala ia menemukan lembar-lembar karya sastra yang semakin mematangkan otak dan gagasan-gagasan yang mengalir dari dalamnya.

Buku Louis Coperus, Multatuli, Van Eeden, dan Augusta De Witt dilahapnya tanpa ampun. Bahkan, konon, Surat-Surat Cinta milik Multatuli dibacanya hingga berulang-ulang kali.

Baca juga: Mengenal Sepak Terjang Multatuli, Sosok yang Menginspirasi RA Kartini

Impian Kartini

Rosa Abendanon atau Rosa Manuela yang adalah istri dari Abendanon, pejabat Dinas Pendidikan Belanda, adalah salah seorang teman yang paling mendukung gagasan-gagasan Kartini.

Rosa-lah yang pertama kali tertarik dengan gagasan Kartini yang ingin mendirikan sekolah kejuruan untuk perempuan pribumi. 

Kartini yang sempat memiliki impian melanjutkan sekolah ke Belanda tetapi gagal ini, pada akhirnya tetap tinggal di Jepara.

Untunglah gayung bersambut, gagasannya untuk mendirikan sekolah dan menjadi guru direspons hangat oleh suaminya, KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang menikahinya pada tahun 1903.

Kartini pun mendirikan sekolah wanita yang terletak di sebelah timur pintu gerbang kompeks kantor Kabupaten Rembang.

Profesi impiannya ini sayang tak bisa digelutinya lama. Setahun setelah menikah, Kartini melahirkan anak satu-satunya, Soesalit Djojoadhiningrat.

Kartini dan suaminya, Raden Adipati Djojo Adiningrat, dalam kereta, siap untuk kunjungan resmi. Foto diambil  di depan Kabupaten Rembang saat Kartini sedang mengandung.Dok. 优游国际/Istimewa Kartini dan suaminya, Raden Adipati Djojo Adiningrat, dalam kereta, siap untuk kunjungan resmi. Foto diambil di depan Kabupaten Rembang saat Kartini sedang mengandung.
Empat hari setelahnya, Kartini wafat dalam usia 25 tahun dan dimakamkan di Desa Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Baca juga: 6 Hal tentang Habis Gelap Terbitlah Terang, Kumpulan Surat Kartini yang Dijadikan Buku

Halaman:


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau