Foto tersebut diunggah oleh akun X (sebelumnya Twitter) @merapi_uncover pada Rabu (16/10/2024).
Dalam unggahan, disebutkan bahwa awan horizontal tersebut muncul di langit Yogyakarta saat malam hari.
“Terpantau awan Horizontal malam ini di langit Jogja,” bunyi keterangan dalam unggahan.
Beberapa warganet berpendapat di kolom komentar bahwa kemunculan awan horizontal tersebut sebagai pertanda gempa.
“Gempa,” tulis seorang warganet.
“Gempa kah,” tulis warganet lain.
Lantas, benarkah kemunculan awan horizontal adalah pertanda gempa?
Penjelasan pakar
Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin membantah bahwa awan horizontal adalah pertanda gempa.
Menurut Thomas, hingga saat ini belum ada hal yang bisa dijadikan tanda-tanda gempa.
“Sejauh ini belum ada prekursor atau pertanda gempa, walau sudah dicoba banyak metode. Semuanya belum konklusif,” ucap dia kepada 优游国际.com, Kamis (17/10/2024).
Thomas menjelaskan, bentuk awan dipengaruhi oleh proses dinamika atmosfer atau angin di langit.
Sehingga, ia menilai bahwa awan horizontal adalah kejadian umum. Selain itu, tidak ada bukti ilmiah mengenai hubungan aktivitas geologi dan dinamika atmosfer.
“Dari segi mekanismenya, tidak ada hubungan gempa dengan awan,” kata Thomas.
Terpisah, Guru Besar Bidang Geodesi Gempa Bumi Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano juga membantah terkait awan horizontal jadi pertanda gempa.
Ia mengungkapkan, hingga kini belum ada riset modern yang menunjukkan kaitan keduanya. Hingga kini, gempa bumi juga tidak bisa diprediksi.
“Yang sudah diketahui adalah potensi gempa, bukan prediksi gempa,” tutur Irwan kepada 优游国际.com, Jumat (18/10/2024).
Supartoyo mengungkapkan, hingga kini, gempa bumi tidak dapat diprediksi, seperti kapan, di mana, dan seberapa besar kekuatannya.
Ia menambahkan, penyebab Indonesia sering diguncang gempa bumi karena dikelilingi oleh sumber gempa.
"Jadi sumber-sumber Bumi yang ada di Indonesia termasuk sumber pembangkit tsunami atau tsunamigenik, itu terbentuk karena adanya interaksi empat lempeng besar yang ada di negara kita," ungkap Supartoyo kepada 优游国际.com, Jumat (18/10/2024).
Di Indonesia bagian barat ada Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Lalu di timur, terdapat Lempeng Pasifik dan Lempeng Laut Filipina.
Selain itu, terdapat lempeng-lempeng dengan ukuran yang lebih kecil, termasuk busur-busur kepulauan yang saling berinteraksi.
Dengan begitu, kata Supartoyo, titik pusat gempa bumi tidak hanya berada di laut, melainkan juga ada di darat.
"Ya (misal) kalau sekarang banyak kejadian gempa bumi, ya mungkin memang saatnya harus dilepas untuk keseimbangan (alam)," ungkapnya.
Apabila energi yang menumpuk tidak dilepas, maka sekali dilepas akan menyebabkan gempa bumi dengan kekuatan yang besar dan perlu diwaspadai.
/tren/read/2024/10/19/083000165/ramai-soal-kemunculan-awan-horizontal-di-langit-yogyakarta-benarkah