KOMPAS.com - Kasus pembunuhan terhadap jurnalis muda Juwita (23) mulai menemukan titik terang setelah aparat kepolisian memeriksa sejumlah saksi.
Tersangka bernama Jumran, seorang oknum anggota TNI Angkatan Laut yang berdinas di Balikpapan, Kalimantan Timur, mengaku membunuh korban karena enggan menikahinya.
Jumran telah diserahkan ke Oditurat Militer (Otmil) III-15 Banjarmasin, Kalimantan Selatan, dan tengah menunggu proses persidangan. Berdasarkan hasil penyidikan awal, pembunuhan ini diduga kuat telah direncanakan.
Baca juga: Enggan Menikahi Korban, Jumran Diduga Bunuh Jurnalis Juwita Secara Terencana
Meski pengakuan Jumran telah diungkap ke publik, sejumlah pihak menduga ia tidak melakukan perbuatan tersebut seorang diri. Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kalimantan Selatan, Zainal Helmi, menilai kasus ini sarat kejanggalan.
"Padahal banyak kejanggalan, ini tidak mungkin dilakukan satu orang," ujarnya pada Selasa (8/4/2025).
Zainal juga menegaskan bahwa Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana layak dikenakan pada Jumran, dengan hukuman maksimal pidana mati.
Senada dengan itu, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin, Rendy Tisna, juga mempertanyakan logika kronologi peristiwa pembunuhan. Ia menyebut bahwa berdasarkan lokasi dan waktu kejadian, kecil kemungkinan Jumran bertindak sendiri.
"Kejanggalan terlihat jelas jika mencermati lini masa kejadian rangkaian peristiwa yang nyaris mustahil dilakukan oleh satu orang saja,” beber Rendy.
Baca juga:
Selain pembunuhan, muncul pula dugaan rudapaksa yang dialami korban. Hal ini masih dalam proses penyelidikan.
Kuasa hukum keluarga korban, M Pazri, mendesak agar sidang digelar terbuka demi transparansi hukum.
“Konsep terbuka untuk umum, kawan-kawan media boleh live untuk meliput, tadi kami minta Otmil tidak melarang, majelis tidak melarang, dari TNI AL juga tidak melarang,” ujarnya.
Baca juga:
Kepala Dinas Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama I Made Wira Hady Arsanta Wardhana, mengonfirmasi bahwa penyelidikan kasus rudapaksa tetap berjalan, meskipun tidak dilakukan reka adegan saat rekonstruksi.
"Kemarin rekonstruksi 33 adegan tidak menghilangkan kejadian-kejadian. Terkait rudapaksa, kami tidak membuat reka adegannya karena nanti akan dibuktikan di persidangan berdasarkan alat bukti,” jelasnya.
Hingga saat ini, penyidik masih fokus pada pembunuhan berencana yang terjadi pada Sabtu, 22 Maret 2025. Untuk dugaan rudapaksa, proses hukum masih menunggu hasil tes DNA dari cairan yang ditemukan di rahim korban.
“Sudah kita ajukan (tes DNA), ini yang belum bisa kami serahkan ke Otmil, akan kita susul,” ujar Made Wira.
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul .
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.