PROF. Dr. Deliar Noer adalah ilmuwan terkemuka Indonesia yang kritis terhadap kebijakan pemerintah Orde Baru. Sempat diangkat menjadi Rektor IKIP Jakarta, tapi belakangan ia tidak diperolehkan mengajar di kampus.
Tahun 1975, ia diundang menjadi guru besar tamu di ANU Canberra kemudian di Griffith University Brisbane.
Deliar Noer membawa banyak buku dari Indonesia untuk kegiatan mengajar di antaranya karya Cindy Adams, Penyambung Lidah Rakyat yang ternyata mengandung masalah. Mungkin hal ini tidak disadari oleh Deliar Noer sendiri.
Pada 2006, dalam seminar yang diadakan Yayasan Bung Karno di Gedung Pola, Jakarta, Syafii Maarif mengatakan bahwa Sukarno juga pernah meremehkan Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir seperti tercantum dalam buku Cindy Adams.
Saya meminta kepada Syamsul Hadi yang akan menerjemahkan ulang buku Cindy Adams, apa bunyi kalimat yang merendahkan tersebut? Ternyata ada tambahan dua alinea yang tidak ada dalam edisi bahasa Inggris.
“Tidak ada yang berteriak ‘Kami menghendaki Bung Hatta’. Aku tidak memerlukannya. Sama seperti juga aku tidak memerlukan Sjahrir yang menolak untuk memperlihatkan diri di saat pembacaan Proklamasi. Sebenarnya aku dapat melakukannya seorang diri, dan memang aku melakukannya sendirian. Di dalam dua hari yang memecahkan urat syaraf itu maka peranan Hatta dalam sejarah tidak ada”.
“Peranannya yang tersendiri selama masa perjuangan kami tidak ada. Hanya Sukarnolah yang tetap mendorongnya ke depan. Aku memerlukan orang yang dinamakan ‘pemimpin’ ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannya karena aku orang Jawa dan dia orang Sumatera dan di hari-hari demikian aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan orang dari Sumatra. Dia adalah jalan yang paling baik untuk mendapat sokongan dari rakyat pulau yang nomor dua terbesar di Indonesia”.
“Dalam detik yang gawat dalam sejarah inilah Sukarno dan tanah air Indonesia menunggu kedatangan Hatta”.
Kedua alinea itu tidak ada dalam buku edisi bahasa Inggris yang diterbitkan Boobs-Merrill, New York, 1965. Menurut Prof. Aiko Kurasawa, juga tidak ada dalam edisi bahasa Jepang.
Ketika itu, saya menduga mungkin penerjemah (dalam cetakan pertama tertulis pangkatnya Mayor, tapi dalam cetakan berikutnya tanpa pangkat) dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia yang menambahkan dua alinea tersebut.
Namun, hal ini dibantah oleh putranya dalam sebuah media. Ayahnya yang berasal dari Minang tidak mungkin akan menjelek-jelekkan sesama orang Minang (dalam hal ini Hatta dan Sjahrir).
Bila bukan penerjemah, mungkin saja orang/pihak lain yang melakukannya demi menjatuhkan nama baik Presiden Sukarno.
Perkembangan selanjutnya, Dr. Anto Mohsin, lulusan Cornell, yang menjadi pengajar di Northwestern University Qatar mengabari saya pada 3 Agustus 2020.
Dia mengecek memang tidak ada dalam edisi Boobs-Merrill 1965, yang ada di perpustakaan Cornell dan beberapa perpustakaan lain di AS.
Namun, kenapa ada dalam buku Mavis Rose, Indonesian Free, a Political Biography of Mohammad Hatta, Cornell Modern Indonesia Project, 1987?