KOMPAS.com - Isoroku Yamamoto adalah salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dan Perang Dunia II.
Ia disebut-sebut sebagai ahli strategi terhebat Jepang, yang pernah memegang beberapa jabatan penting di Angkatan Laut Kekaisaran Jepang.
Isoroku Yamamoto merupakan arsitek di balik serangan mendadak terhadap pangkalan Angkatan Laut Amerika Serikat di Pearl Harbor, Hawaii, yang menandai masuknya Jepang ke dalam Perang Dunia II.
Pada masa Perang Dunia II, Isoroku Yamamoto menjabat panglima tertinggi armada gabungan.
Kariernya yang penuh prestasi berakhir tidak lama kemudian, setelah pesawatnya ditembah jatuh oleh AS pada April 1943.
Berikut ini biografi Laksamana Isoroku Yamamoto.
Baca juga: Pengeboman Pearl Harbor, Serangan Jepang yang Mengubah Sejarah
Isoroku Yamamoto lahir pada 4 April 1884 di Nagaoka, Jepang, dengan nama Isoroku Takano.
Ia merupakan putra keenam samurai Sadayoshi Takano. Pada usia 16 tahun, ia masuk Akademi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang di Etajima.
Isoroku lulus pada 1904 dan langsung ditugaskan di kapal penjelajah Nisshin, dalam Perang Rusia-Jepang (1904-1905).
Pada 1916, setelah kematian orang tuanya, Isoroku diadopsi oleh keluarga Yamamoto. Sejak itulah namanya menjadi Isoroku Yamamoto.
Pada masa bertugas dalam Perang Rusia-Jepang, Isoroku Yamamoto kehilangan dua jari di tangan kirinya akibat Pertempuran Tsushima (27-28 Mei 1905).
Dikenal karena keterampilannya, ia dikirim ke Sekolah Staf Angkatan Laut pada 1914 dan lulus dua tahun kemudian menjadi letnan komandan.
Baca juga: Peran Hideki Tojo pada Masa Pendudukan Jepang di Indonesia
Setelah menikah dengan Reiko Mihashi, Yamamoto melanjutkan studinya di Universitas Harvard, Amerika Serikat, selama dua tahun untuk mempelajari industri minyak.
Sekembalinya ke Jepang pada 1923, ia dipromosikan menjadi kapten. Setahun kemudian, Yamamoto beralih menjadi penerbang angkatan laut dan menjabat sebagai direktur sekolah penerbangan Kasumigaura.
Pada 1926, ia kembali ke Amerika Serikat sebagai atase angkatan laut Jepang di Washington, selama dua tahun.