Setelah tahap ekskavasi, dilakukan upaya konservasi oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Bali untuk menyelamatkan sisa-sisa bangunan candi yang mengalami kerusakan cukup serius.
Kegiatan pemugaran selesai pada 2008 dan satu tahun kemudian Candi Kalibukbuk diresmikan sekaligus ditetapkan sebagai situs cagar budaya.
Baca juga: Sejarah Candi Sangkilon yang Dirusak Pemburu Harta Karun
Stupika dan tablet tanah liat di situs Candi Kalibukbuk diduga sezaman dengan stupika dan tablet yang ditemukan di Tatiapi, Pejeng, Gianyar, dan Pura Pegulingan, yakni dari abad ke-8 sampai 10.
Dengan melihat fitur-fitur dan artefak-artefak yang ditemukan di sekitar situs, fungsi Candi Kalibukbuk pada zaman dulu diperkirakan sebagai tempat pemujaan agama Buddha oleh masyarakat Bali utara.
Berdasarkan data arkeologi, agama Buddha sudah berkembang di Bali utara, termasuk di Buleleng, pada abad ke-8.
Kawasan Bali utara memang merupakan pintu masuk pengaruh budaya dari luar, baik Buddha maupun Hindu.
Penemuan situs percandian di Kalibukbuk sebagai tempat untuk pemujaan Buddha semakin membuktikan bahwa agama Buddha sudah berkembang di Bali utara sejak abad ke-8.
Uniknya, di situs ini ditemukan Ganesha, yang menjadi petunjuk adanya sinkretisme (perpaduan) Siwa-Buddha.
Baca juga: Nama-Nama Candi di Kompleks Percandian Muaro Jambi
Stupa di Candi Kalibukbuk yang menggunakan atribut Siwa, hanya dapat dimungkinkan apabila masyarakatnya mengembangkan toleransi.
Pembangunan Candi Kalibukbuk sebagai harmonisasi unsur Buddha dan Siwa (Hindu) mencerminkan sikap toleransi yang tinggi di antara pemeluknya, bahkan telah terjadi sinkretisme dan membuat dua ajaran tersebut melebur menjadi aliran Siwa-Buddha.
Kini, Candi Kalibukbuk berfungsi sebagai tempat pemujaan, baik bagi umat Buddha maupun Hindu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.