Gladwell juga melibatkan banyak tokoh dalam ceritanya. Mulai yang penting sampai yang kurang penting. Ada cerita tentang tim basket puteri, tentang guru dan kelas yang efektif, tentang orang-orang besar yang didominasi anak yatim atau piatu, tentang bagaimana seseorang memilih universitas, pelukis impresionis di Paris, disleksia, leukimia, Blitz di London, pergerakan hak sipil di Amerika, kriminalitas di Brownsville, seteru antara Protestan dan Katolik di Irlandia Utara, tentang orang tua yang kehilangan anaknya, juga tentang orang Yahudi yang sembunyi di Le Chambon Prancis.
Semuanya dinarasikan Gladwell dengan penalaran kurva U terbalik yang digagas oleh Gladwell. Sebuah statistik yang menjungkir balikkan pemikiran mengenai kemenangan, bahwa tidak selamanya yang lemah akan kalah. Semua cerita itu dianalogikan dengan Daud dan Goliat.
Namun saya melihat tidak semua bab dapat dihubungkan dengan analogi Daud dan Goliat. Mungkin bisa, tetapi itu terkesan dipaksakan. Ambil satu contoh mengenai cerita tentang Wilma Derksen, seorang ibu yang kehilangan putri belianya. Gladwell menyatakan Derksen lebih bijak karena dia mau memaafkan orang yang membunuh putrinya.
“Seorang perempuan yang menjauh dari janji kekuasaan negara karena menemukan kekuatan untuk memaafkan –lalu menyelamatkan persahabatan, pernikahan, dan kewarasannya,” tulis Gladwell.
Kurva U terbalik memang berlaku untuk cerita ini. Namun posisi analogi Daud dan Goliat menjadi samar dalam kisah ini. Mungkin Goliat direpresentasikan melalui tindakan kriminalitas, atau mungkin rasa dendam. Saya tidak menemukan penjelasan Gladwell disini. Saya hanya bisa menerka-nerka.
Sebagai buku nonfiksi, Gladwell menarasikannya seluruh kisah dengan cerdik dan detail yang presisi. Saya tidak meragukan kemampuan Gladwell menarasikan cerita dari narasumber. Mungkin ini pengaruh pekerjaannya sebagai staf penulis di The New Yorker dari 1996.
Gladwell selalu mengaitkan satu tokoh dengan tokoh lain di bab sebelum atau sesudahnya, lalu memberikan perbandingan. Dia juga memainkan alur. Anda akan menemukan cerita di tengah cerita lainnya. Dan dari cerita yang mewakili banyak hal di dunia, kita diajak melihat sebuah sudut pandang lain. Sudut pandang inilah yang menjadi keunggulan Gladwell dalam David and Goliath dan buku-bukunya yang lain.
Salah satu kelemahan buku ini hanya kendala alih bahasa. Saya pribadi masih menemukan struktur kalimat bahasa Inggris yang terlalu dipaksakan ke dalam bahasa Indonesia. Namun kelemahan ini masih taraf yang wajar.
Dalam buku ini, kita kembali diingatkan bahwa setiap orang memiliki kelemahan atau kesukaran. Pilihannya hanya, apakah kita berani menjadikan kelemahan atau kesukaran menjadi senjata yang dapat mengalahkan ‘Goliat’? Menurut saya, buku ini layak dibaca agar memperkaya sudut pandang kita akan banyak hal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.