优游国际

Baca berita tanpa iklan.
Dikdik Kodarusman
Dokter RSUD Majalengka

Dokter, peminat kajian autofagi. Saat ini bekerja di RSUD Majalengka, Jawa Barat

Autofagi pada Innate atau Adaptive Immunity

优游国际.com - 03/02/2023, 14:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di
Editor

INTERAKSI manusia dengan lingkungan dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi. Salah satunya adalah sistem imunitas atau kekebalan terhadap penyakit. Konsep ini berkembang seiring dengan menguatnya konsep germ theory (teori kuman).

Teori kuman yang dikembangkan oleh Louis Pascal dan Robert Koch menyebutkan jika penyebab penyakit adalah kuman. Lawannya adalah terraine theory (teori lingkungan) yang dikembangkan oleh Antoine Bèchamp.

Dalam perkembangannya teori kuman lebih diterima dan berkembang dalam dunia kedokteran.

Salah satu bentuk pengembangan dari teori kuman adalah imunologi. Cabang ilmu mempelajari bagaimana respons organisme terhadap penyebab penyakit, yaitu kuman.

Atas dasar ilmu ini mulai dikenal pendekatan terapi imunisasi/vaksinasi, yaitu upaya untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit.

Dikenal dua jenis imunitas yang dimiliki manusia dan mamalia lainnya. Pertama, innate immunity, yaitu kekebalan dasar tanpa perlu adanya stimulus atau rangsangan infeksi sebelumnya.

Bersifat tidak spesifik tidak terbatas pada satu jenis agen infeksi. Melibatkan hampir seluruh sel tubuh. Mulai dari yang bersifat barier seperti lendir di mukosa. Juga organ kulit yang melindungi seluruh bagian dalam tubuh.

Ada juga yang bersifat merusak agen infeksi seperti makrofag, interferon, dsb.

Kedua, adaptive immunity, yaitu kekebalan lanjutan yang merupakan respons terhadap adanya agen infeksi. Bersifat spesifik hanya pada agen infeksi tertentu yang telah diingat sel imunitas sebelumnya.

Tidak bisa terjadi pada agen yang belum pernah diingat sel imunitas sebelumnya. Hanya melibatkan sel imunitas terutama sel limfosit T.

Kedua jenis imunitas tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Namun ternyata pada dua jenis kekebalan tersebut, mekanisme autofagi memiliki peran penting. Bisa disebutkan tanpa adanya mekanisme autofagi kedua imunitas tersebut tidak akan berfungsi optimal.

Namun mekanisme autofagi juga memberikan adverse effect yang sering diduga sebagai gejala penyakit.  Terjadi peningkatan gula darah, asam lemak bebas, keton, urea, dan kreatinin. Sehingga sering kali diartikan sebagai penyakit sindrom metabolik.

Padahal penanggulangannya cukup mudah. Hanya dengan menjaga keseimbangan cairan dengan cara minum sebanyak mungkin setiap selesai buang air kecil. Maka kelebihan metabolit tersebut akan dikeluarkan melalui urine.

Pada adaptive immunity awalnya tidak diduga adanya peran mekanisme autofagi. Ternyata hilangnya peran mekanisme autofagi menjadikan adaptive immunity sebagai jalan masuknya kuman ke dalam sel.

Tanpa mekanisme autofagi agen infeksi justru tidak diuraikan secara maksimal. Bahkan seringkali meninggalkan zat sisa berupa kode genetik atau protein non fungsional prion.

Akibatnya saat kondisinya mendukung, kode genetik ataupun prion dapat membajak fungsi ribosom. Sehingga dihasilkan salinan dari agen infeksi tersebut. Hal ini sering terjadi pada infeksi virus DNA dan bakteri tertentu seperti Tuberkulosis.

Kelemahan lain dari adaptive immunity adalah sifatnya yang spesifik. Sehingga saat berhadapan dengan agen infeksi yang bermutasi secara cepat menjadi tidak berfungsi.

Saat mekanisme autofagi tidak terlibat kemampuan antibodi dalam mengenali agen infeksi terbatas. Padahal agen infeksi tersebut merupakan hasil penyimpangan salinan dari ribosom. Bukan berasal dari luar sel. 

Hal ini terutama terjadi pada infeksi yang disebabkan virus RNA. Dalam penelitian yang dilakukan tahun 2018 diketahui kecepatan mutasi virus RNA terjadi setiap 4-8 jam sekali.

Sehingga dalam satu hari terjadi paling tidak tiga kali mutasi. Sedangkan antibodi yang dihasilkan tetap tidak berubah.

Hal ini mengakibatkan pengembangan vaksin pada virus RNA menjadi sulit. Hampir dikatakan mustahil dikembangkan.

Itu sebabnya berbagai penyakit yang berbasis pada virus RNA tidak dapat ditanggulangi dengan adaptive immunity. Berbagai penyakit seperti dengue, zika, chikungunya dan berbagai virus RNA lainnya tidak pernah bisa hilang sepenuhnya.

Contoh yang paling sering digunakan adalah polio. Tahun 1998, Presiden Soeharto telah mencanangkan Indonesia Bebas Polio.

Pencanangan ini tentu saja tidak sembarangan. Kemampuan seluruh jajaran Kementerian Kesehatan saat itu untuk melakukan vaksinasi massal sangatlah masif. Tidak ada wilayah atau individu yang dapat lolos dari upaya vaksinasi massal tersebut.

Pada 2004, terjadi kembali kasus polio pertama setelah pencanangan tersebut di Sukabumi. Selanjutnya juga di Lombok pada 2006.

Awalnya kedua kasus tersebut diduga berasal dari pekerja migran yang bekerja di Timur Tengah. Namun di Timur Tengah tidak terjadi polio.

Pada 1990-an, seorang anggota senat US asal Hawaii John Salomone mengeluh putranya terkena polio justru usai menerima vaksin polio. Kondisi ini dikenal sebagai VAPP (vaccine associated poliomyelitis paralysis). Kejadian ini menyadarkan para peneliti akan sifat virus RNA yang sangat cepat bermutasi.

Penelitian lebih lanjut tentang polio juga menemukan adanya VDPV (vaccine derivate poliomyelitis virus). Di mana seseorang tertular justru oleh seseorang yang baru divaksin.

Dengan kecepatan luar biasa virus yang saat diberikan avirulen, berubah menjadi sangat virulen bagi orang lain. Sehingga akhirnya para ahli berkesimpulan untuk infeksi virus RNA jauh lebih baik mengoptimalkan fungsi innate immunity ketimbang adaptive immunity.

Pada infeksi oleh agen lain adaptive immunity dapat diandalkan. Terutama untuk agen infeksi bakteri dan virus DNA.

Sayangnya pemberian antibiotik dan antivirus yang tidak bijaksana seringkali memicu percepatan mutasi pada agen-agen infeksi tersebut.

Sehingga banyak vaksin berbasis bakteri yang sebelumnya efektif jadi menurun efektivitasnya. Bukan karena menurunnya jumlah antibodi, tetapi karena kompatibilitas antigen - antibodinya yang menurun.

Perlu dikembangkan jenis vaksin baru berbasis strain kuman terbaru agar kompatibilitas antigen-antibodi dapat dipertahankan.

Penggunaan antibiotik dan antivirus harus lebih bijak. Jangan sampai memicu terjadinya mutasi sebagai upaya survival agen infeksi tersebut.

Alangkah lebih baik pengobatan tersebut disertai dengan penerapan prinsip autofagi. Karena baik pada innate immunity maupun adaptive immunity tergantung pada fungsi lisosom dan peroksisom. Inilah inti dari mekanisme autofagi.

Penyertaan mekanisme autofagi pada innate immunity ataupun adaptive immunity tidaklah sulit. Pada dasarnya setiap infeksi akan memicu mekanisme autofagi. Setiap infeksi akan memicu berbagai mediator peradangan di antaranya sitokin.

Sitokin akan mengakibatkan pelepasan somatostatin. Somatostatin akan memicu penghentian pelepasan glukagon dan insulin.

Penghentian insulin dan glukagon sangat penting dalam menanggulangi infeksi, terutama yang disebabkan oleh virus.

Penghentian insulin akan menghentikan proses replikasi oleh ribosom. Itulah sebabnya pada diabetesi sebaiknya tidak diberikan insulin walau gula darahnya meningkat.

Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah pemberian metformin, dialisa atau peningkatan oksidasi melalui hiperbarik terapi.

Penghentian glukagon juga penting menghentikan suplai glukosa yang dapat digunakan sebagai sumber energi replikasi.

Namun berikutnya peran glukagon kembali penting saat epinefrin dan norepinefrin sebagai hormon stres dilepaskan.

Glukagon memicu fungsi lisosom dan peroksisom yang akan mencerna semua protein non fungsional termasuk virus dan bakteri yang berada di dalam sel.

Jadi sederhana untuk menggunakan mekanisme autofagi. Cukup hentikan asupan karbo agar tidak ada pemicu pelepasan insulin. Dan minum sebanyak mungkin agar kelebihan metabolit dapat diekskresikan melalui urin.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita 优游国际.com WhatsApp Channel : . Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan.
Baca berita tanpa iklan.
Komentar
Baca berita tanpa iklan.
Close Ads
Penghargaan dan sertifikat:
Dapatkan informasi dan insight pilihan redaksi 优游国际.com
Network

Copyright 2008 - 2025 优游国际. All Rights Reserved.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses 优游国际.com
atau